Minggu, 29 April 2012

Pembuatan Kalium Ferrisianida (Kimia Anorganik 2)




 
                                                                            
                                                               BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dalam pembentukan ion kompleks logam terikat pada partikel - partikel lain yang disebut dengan suatu ligan. Setiap ligan, yang bisa berupa sebuah molekul atau anion, menyumbang sepasang elektron untuk membentuk suatu ikatan. Senyawaan dimana gugus – gugus atau molekul – molekul negatif terikat pada ion atau atom disebut senyawaan koordinasi.
Sebagian besar kimia logam transisi adalah berkenaan dengan sebagian dengan senyawaan koordinasinya. Senyawaan ini penting dalam kimia laboratorium, industri, dan lingkungan. Runutan logam – logam yang esensial bagi kesehatan organisme hidup sering terdapat sebagai senyawaan kooridanasi.
Beberapa penggunaan praktis senyawaan koordinasi yang paling tua, adalah yang disebabkan oleh warnanya. Berdasarkan kesenian dan praktek yang berasal dari zaman kuno. Kompleks besi (II) dan besi (II) sianida, masih dikenal sebagai nama biru Turnbull, biru Prusia, dan hijau Berlin Cetak biru (blue print) didasarkan atas kompleks – kompleks besi sianida. Baru – baru ini, zat pewarna baru, terutama yang digunakan pada beberapa bahan pakaian sintesis yang sukar untuk diwarnai, telah dibuat dari senyawaan kompleks.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan dan karakteristik kalium ferrisianida dan untuk mengetahui tingkat atau persen kemurnian dari garam yang dibuat sebelumnya. Pembentukan K4[Fe(CN)6] dilakukan dengan reaksi oksidasi reduksi, serta penetralan sedangkan untuk percobaan pengujian kemurnian dilakukan proses titrasi.

1.2    Tujuan Percobaan
        Mengetahui karakteristik kristal
        Mengetahui tujuan dari uji kemurnian
        Mengetahui persen kemurnian dari kristal

1.3    Prinsip Percobaan
1.3.1        Pembuatan Kalium Ferrisianida
Percobaan pembuatan kalium ferrisianida didasarkan pada proses reaksi oksidasi dengan oksidator KMnO4 dimana ion Fe2+ menjadi Fe3+ yang akan diikuti dengan reaksi netralisasi menggunakan Na2CO3 sehingga dihasilkan kristal K3Fe(CN)6.

1.3.2        Uji Kemurnian
Percobaan ini didasarkan pada pengujian kemurnian kristal yang didapat dengan proses titrasi menggunakan Na2S2O3 sebagai larutan standar dan larutan KI sebagai indikator.



BAB 2


                                                            TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pelaksanaan analisis anorganik kuantitatif, banyak digunakan reaksi – reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen – komponen ini dalam kompleks stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan dalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu bilangan bulat yang menyatakan julah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu ion pusat. Pada kenyataan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+, Cd2+), kadang – kadang 4 (Cu2+, Cu+, dan Pt2+), tetapi bilangan –bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat.
Ion – ion dan molekul – molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl- dan H2O membentuk ligan monodentat, yaitu suatu ion atau molekul menempati atau molekul dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat, dan juga tetradentat. Nama ini berasal dari kata Yunani yaitu pembentukan chelate (sepit). Rumus nama beberapa ion kompleks adalah sebagai berikut :
        Fe(CN)6-4               (heksasianoferat (II))
        Fe(CN)6-3               (heksasianoferat (III))
        Cu(NH3)4+2            (tetraaminakuprat (II))
        Cu(NH3)4+             (tetraaminakuprat (I))
        Co(H2O)6+3            (heksakuokobaltat (III))
        Ag(CN)2-               (disianoargentat (I))
        Ag(S2O3)2-2            (ditiosulfatoargentat (I))
Atom – atom pusat seperti Fe, Cu, Co, dan Ag diikuti oleh rumus ligan (CN, NH3, H2O, S2O3) dengan bilangan indeks stiokiometri.
Pembentukan kompleks mempunyai dua bidang pemanasan yang penting dalam analisis kualitatif anorganik.
a. Uji spesifik terhadap ion
Beberapa reaksi yaitu menghasilkan pembentukan kompleks, dapat dipakai sebagai uji terhadap ion – ion. Begitulah reaksi yang sangat peka dan spesifik untuk terhadap beberapa uji. Pemakaian penting adalah uji terhadap ion besi (III) dengan tiosianat. Dalam suasana sedikit asam, terjadilah pewarnaan merah tua, disebabkan pembentukan sejumlah senyawa kompleks bertahap :
Fe3+  +  SCN-  D   Fe(SCN)+2
Fe(SCN)+2  +  SCN-  D   [Fe(SCN)2]+
[Fe(SCN)2]+  +  SCN-  D   [Fe(SCN)3]
[Fe(SCN)3]  +  SCN-  D   [Fe(SCN)4]-
[Fe(SCN)4]-  +  SCN-  D   [Fe(SCN)5]-2
[Fe(SCN)5]2-  +  SCN-  D   [Fe(SCN)6]-3
diantara ini, [Fe(SCN)3] merupakan non-elektrolit ia dapat dengan mudah diekstraksi dengan eter atau amil alkohol.
Sianat dari alkali dan alkali tanah larut dalam air, sianat dari perak merkurium (I), timbel dan tembaga, tidak larut. Asam bebasnya adalah cairan tidak berwarna yang berbau tak sedap, dan ion ini sangat tidak stabil. Tiosianat (SCN) dari perak dan tembaga praktis tidak larut dalam air, merkurium (II) dan timbel tiosianat dapat larut tetapi sedikit. Tiosianat dari kebanyakan logam lainnya dapat larut (Khopkar, 1996).
Ø  Kompleks – kompleks sianida dan tiosianat
Ion – ion sianida membentuk kompleks stabil dengan sejumlah logam kompleks – kompleks demikian adalah :
[Ag(CN)2]-
[Cu(CN)4]-3
[Fe(CN)6]-4
[Fe(CN)6]-3
Tiosianat dapat dipakai dalam beberapa kasus untuk mendeteksi ion. Reaksinya dengan ion besi (II) sangat khas dan dapat dipakai untuk mendeteksi kedua ion tesebut. Warna merah tua terlihat disebabkan oleh pembentukan sejumlah ion – ion tiosianoferat (III) dan juga molekul yang tak bermuatan [Fe(SCN)3]. Kompleks tetrasianatokobaltat (II) [Co(SCN)4]-2 yang biru kadang – kadang dapat dipakai untuk mendeteksi kobalt.
Reaksi untuk logam – logam kompleks tidak lepas dari reaksi oksidasi reduksi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat, atom, ion, atau molekul. Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat direduksi. Reduksi, sebalinya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu elektron atau lebih suatu zat, atom, atau ion. Reaksi oksidasi – reduksi dapat terjadi pada suasana asam, basa, ataupun netral.
Suatu zat oksidator yang umum dipakai adalah KMnO4.
Ø  KMnO4 dalam suasan asam dierduksi menurut proses lima elektron, bila bilangan oksidasi mangan berubah dari +7 ke +2
MnO4-  +  8H+  +  5e-  ®  Mn2+  +  4H2O
Ø  KMnO4 dalam suasana basa, dapat direduksi menjadi manganat dalam proses satu elektron
MnO4-  +  e-  ®  MnO4-2
Ø  KMnO4 dalam suasana netral, permanganat direduksi jadi mangan dioksida, bila dalam suatu proses tiga elektron, keadaan mangan berubah dari +7 ke +4
MnO4-  +  4H+  +  3e-  ®  MnO2  + 2H2O
(Svehla, 1990)
Dalam penentukan bentuk molekul, dilihat dari ikatan ligan – ligan yang terbentuk pada atom pusat. Dalam hal Fe2+, pembagian elektron dicapai dengan hilangnya dua elektron dari 4s sebuah atom Fe. Pembagian empat elektron pada orbital – orbital yang terpisah diperlukan oleh data magnetik, dan konsisten dengan aturan Hund. Dalam hal Fe(CN)6-4 besi adalah Fe(II) maka mula – mula mengacu pada struktur Fe2+, yang mempunyai 6 elektron pada tingkat luarnya. Elektron yang harus dibagi – bagikan dalam Fe(CN)6-4 adalah enam elektron milik Fe2+ dan keenam pasangan elektron yang disumbangkan kepada ikatan koordinat oleh atom keenam ligan itu. Pertama – tama, berpasangannya keenam elektron yang tergabung dengan Fe2+, karena data magnetik menunjukkan bahwa tak ada elektron yang tak berpasangan dalam [Fe(CN)6]-4 dan kedua, pemilihan jumlah yang diperlukan dari orbital – orbital dengan energi terendah yang tersedia, untuk mengikat keenam ligan tersebut. Tanda kurung kurawal [] merangkum orbital – orbital yang akan dihibridisasi. Langkah terakhir dengan menunjukkan dengan melukiskan dan diperlihatkan dengan anak panah digunakan dalam mengikat ligan dilukiskan berdekatan satu sama lain untuk menunjukkan bahwa mereka telah berhibridisasi dan hibridisasi diringkasikan dalam kolom terakhir d2sp3 dimana bentuk molekulnya adalah oktahedrat.
Dengan medan ligan yang kuat dari ena ligan CN-, elektron dapat dipaksa untuk berpasangan dan menempati orbital dxy, dxz, dan dyz, dari pada kedua orbital dx2, dy2 dan dz2. Pemisahan orbital – orbital d adalah lebih ebsar dari suatu ligan dengan medan yang kuat. Ligan CN- misalnya menyebabkan peisahan yang relatif besar, sehingga energi yang perlu untuk mengeksitasi sebuah elektron dari orbital d dengan tingkatan lebih rendah ke tingkatan yang lebih tinggi, adalah relatif besar.
Beberapa penggunaan praktis senyawaan koordinasi yang paling tua adalah zat yang disebabkan oleh warnanya. Berdasarkan kesenian dan praktek yang berasal dari zaman dahulu, para ahli kimia merumuskan zat – zat kimia sebagai pewarna, kaca berwarna dan glasir untuk keramik (Keenan, 1986).
Dalam pembentukan senyawa kompleks, tidak terlepas dari proses hibridisasi. Untuk menentukan suatu struktur suatu senyawa, harus ditelusuri dari atom pusat, yaitu yang mempunyai beberapa ikatan dengan atom lain. Atom – atom itu disebut subtituen karena dapat diganti dengan atom lain.
Struktur suatu molekul terutama ditentukan oleh atom pusat dan dipengaruhi oleh subtituennya, karena penggantian subtituen dapat menimbulkan sedikit perubahan, oleh karena itu, struktur molekul dipengaruhi oleh bentuk orbital kulit atom terluar atom pusat.
Hibridisasi adalah proses penggabungan beberapa orbital seuatu atom dan kemudian ditata ulang sehingga melahirkan orbital baru yang ekuivalen dalam molekul. Orbital baru yang disebut orbital hibrid. Pembentukan orbital hibrid bergantung dari jumlah dan jenis orbital yang bergabung.
Pembentuk ikatan dalam senyawa harus sesuai dengan aturan hibridisasi yaitu sebagai berikut :
1.      Orbital yang bergabung harus punya tingkat energi yang sama atau hampir sama.
2.      Orbital hibrid yang terbentuk sama banyaknya dengan orbital hibrid yan gbergabung.
3.      Dalam hibridisasi, yang bergabung adalah orbital bukan elektron.
4.      Sebagian besar orbital hibrid bentuknya mirip tapi tidak selalu identik
Pembentukan orbital hibrid melalui hibridisasi :
1.      Elektron yang berpasangan salah satunya berpromosi ke orbital yang energinya tinggi
2.      Penggabungan orbital mengakibatkan kerapatan elektron besar.
3.      Tumpang tindih orbital, mengakibatkan terbentuk ikatan kovalen (Syukri, 1999)




BAB 3


 
                                                     METODOLOGI PERCOBAAN

3.1    Alat dan Bahan
3.1.1        Alat – alat
        Erlenmeyer
        Beaker gelas
        Gelas ukur
        Batang pengaduk
        Hot plate
        Buret
        Statif
        Klem
        Pipet tetes
        Corong kaca
        Neraca analitik
        Stopwatch
        Oven

3.1.2        Bahan – bahan
        K4[Fe(CN)6]
        HCl
        KMnO4
        Na2CO3
        Amilum
        KI
        HCl 2 N
        ZnSO4
        Na2S2O3 0,1 N
        Aquades
        Tissue
        Kertas saring
        Plastik hitam
        Karet gelang

3.2    Prosedur Percobaan
3.2.1        Pembuatan Kalium Ferrisianida (K3[Fe(CN)6])
        Ditimbang 0,1 gram K4[Fe(CN)6] dengan neraca analitik
        Ditabahkan 10 ml aquades pada kristal dalam beaker gelas
        Dilarutkan K4[Fe(CN)6] dalam aquades
        Ditambahkan 10 tetes HCl
        Ditimbang 0,1 gr KMnO4 dengan neraca analitis
        Ditambahkan 10 ml aquades pada KMnO4 dalam erlenmeyer
        Dicampurkan kedua campuran yang terbentuk
        Didiamkan selama 15 menit
        Disaring campuran dengan kertas saring dalam beaker
        Ditambahkan lagi campuran sampai didapatkan filtrat
        Diuapkan filtratnya
        Didiamkan H2O pada kristal yang terbentuk
        Didiamkan selama 2 jam
        Disaring campuran sampai filtrat dan endapan terpisah
        Diambil endapannya diatas kertas saring
        Dikeringkan endapannya
        Ditimbang berat kristal yang terbentuk

3.2.2        Uji Kemurnian
        Ditimbang 0,53 gram K3[Fe(CN)6]
        Dilarutkan dengan 25 ml aquades
        Diambil 6,5 ml larutannya
        Ditambahkan 5 ml larutan KI pada larutan
        Dititrasi 1 ml HCl 2 N
        Ditambahkan 4 ml ZnSO4 dalam larutan
        Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N
        Ditambahkan 3 tetes amilum pada larutan
        Dititrasi lagi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil Pengamatan
No
Perlakuan
Pengamatan
1
Pembuatan Kalium Ferrisianida
        Ditimbang 1 gr K4[Fe(CN)6]
        Ditambah 10 ml H2O
        Ditambahkan 10 tetes HCl
        Ditimbang 0,1 gr KMnO4
        Ditambahkan 15 ml aquades
        Dicampurkan kedua larutan
        Didiamkan 15 menit
        Ditambahkan 0,1 gr Na2CO3

        Disaring
        Didiamkan hingga terbentuk kristal
        Ditambahkan H2O pada kristal
        Didiamkan selama 2 jam
        Disaring
        Dikeringkan endapannya
        Ditimbang berat kristal

Kristal kuning, mengkilap
Larutan kuning bening
Larutan tetap kuning bening
Larutan berwarna ungu pekat

Larutan hitam kecoklatan
Terbentuk endapan kecoklatan
Terbentuk endapan cokelat, dan larutan hitam kemerahan





Berat beaker 42,68 gr
Beaker + kristal = 44,20 gr
Berat kristal = 1,52 gr
2
Uji Kemurnian
        Diambil 0,53 gr kristal
        Ditambahkan 25 ml H2O
        Ditambahkan 5 ml KI
        Ditambahkan 1 ml HCl 2 M
        Ditambahkan 4 ml ZnSO4
        Dititrasi dengan Na2S2O3
        Ditambah 3 tetes amilum
        Dititrasi lagi dengan Na2S2O3
        Diukur V Na2S2O3


Larutan kuning bening
Larutan kuning bening
Larutan kuning bening
Larutan kental ada endapan cokelat
Larutan sampai kuning pucat
Larutan kuning pucat
Larutan berwarna putih kehijauan
V Na2S2O3 = 7,8 ml


4.3    Reaksi
4.3.1        Reaksi KMnO4  +  K4Fe(CN)6
R :       MnO4-  →  Mn2+  
MnO4-  →  Mn2+  +  4H2O
MnO4-  +  8H+ →  Mn2+  +  4H2O
MnO4-  +  8H+  +  5e   →  Mn2+  +  4H2O

O :       [Fe(CN)6]4-    →  [Fe(CN)6]3-    
            [Fe(CN)6]4-    →  [Fe(CN)6]3-   +   e-     

R :       MnO4-  +  8H+  +  5e   →  Mn2+  +  4H2O      x 1
O :       [Fe(CN)6]4-    →  [Fe(CN)6]3-   +   e-               x 5

R :       MnO4-  +  8H+  +  5e   →  Mn2+  +  4H2O
O :       5[Fe(CN)6]4-    →  5[Fe(CN)6]3-   +   5e-
            MnO4-  +  5[Fe(CN)6]4-  +  8H+  →  Mn2+  +  5[Fe(CN)6]3-   +   4H2O

4.3.2        Reaksi Tiosulfat  +  KI
R :       I2    →  2l-                           
            I2  +  2e-  →  2l-
O :       2S2O32-       →  S4O62-
            2S2O32-       →  S4O62-  +   2e-

R :        I2  +  2e-  →  2l-
O :       2S2O32-       →  S4O62-  +   2e-
            I2  +  2S2O32-    →   2l-  +  S4O62-


4.2    Pembahasan
Percobaan kali ini didasarkan pada proses pebentukan kristal K3Fe(CN)6 berdasarkan reaksi oksidasi dengan oksidator KMnO4, dimana ion Fe2+ menjadi Fe3+ yang akan diikuti dengan reaksi netralisasi menggunakan larutan Na2CO3 sehingga dapat dihasilkan kristal K3Fe(CN)6. Prinsip uji kemurnian didasarkan pada pengujian kemurnian kristal yang didapat dengan proses tirasi menggunakan Na2S2O3 sebagai larutan standar dan KI sebagai indikator.
Dalam percobaan pembuatan kalium ferrosianida ini dilakukan melalui beberapa perlakuan dan reagen yang digunakan. Penibangan berfungsi untuk mengetahui berat padatan kristal K3[Fe(CN)6], dan KMnO4 yang digunakan, pelarutan berfungsi melarutkan padatan – padatan kristal dalam H2O agar berwujud cair dan lebih mudah direaksikan. Pencampuran dilakukan untuk mencampurkan dua zat agar dapat bereaksi. Dalam percobaan ini juga dilakukan pendiaman yang berfungsi agar terbentuk endapan pada campuran serta penguapan untuk menguapkan H2O pada campuran sehingga campurannya lebih pekat. Penyaringan berfungsi untuk memisahkan filtrat dan endapannya yang berupa K3[Fe(CN)6]. Pada uji kemurnian, dilakukan proses titrasi yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemurnian dari kristal, yang dibantu dengan penambahan indikator amilum, sehingga kemurnian dapat ditentukan dari volume Na2S2O3 yang digunakan.
Adapun fungsi reagen – reagennya adalah :
        HCl berfungsi untuk memberikan suasana asam sehingga reaksi oksidasi berlangsung dalam suasana asam.
        Na2CO3 berfungsi untuk menetralkan larutan, karena Na2CO3 jika bereaksi dengan asam akan membentuk CO2 dan H2O sehingga larutannya netral.
        Larutan KI berfungsi sebagai larutan standar primer yang akan menstandarkan larutan standar Na2S2O3 saat titrasi.
        Larutan ZnSO4 berfungsi untuk membentuk endapan pada campuran
        Amilum berfungsi sebagai indikator saat titrasi yang menunjukkan bahwa reaksi telah habis bereaksi dengan adanya perubahan warna pada larutan
        Na2S2O3 merupakan larutan standar yang digunakan saat titrasi
Fungsi reagen yang lain dalam percobaan ini antara lain :
        K4Fe(CN)6            : larutan baku untuk membentuk garam K3Fe(CN)6
        H2O                       : pelarut yang digunakan dalam percobaan
        KMnO4                 : sebagai oksidator untuk mengoksidasi K4Fe(CN)6
Faktor – faktor yang mempengaruhi kristal ada beberapa macam, antara lain :
        Suhu, kelarutan akan meningkat dengan menginkatnya suhu, sehingga pembentukan endapan yang kemudian menjadi kristal berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
        Pengaruh ion sejenis, kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
        Pengaruh pH, suhu kristal akan terbentuk jika mengalami kenaikan pH karena adanya penggabungan proton dengan anion pada kristal.
        Pengaruh ion kompleks, kelarutan garam yang tidak mudah larut akan meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara logam dengan kation garam.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal yang lain :
        Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut maka semakin banyak kemungkinan terbentuknya kristal dan semakin cepat prosesnya, jika semakin rendah konsentrasi zat terlarut maka proses pembentukan kristal lambat.
        Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana menyebabkan kation tersebut mengalami hidrolisis dan akan meningkatkan kelarutan garam tersebut
        Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara 2 zat. Setiap pelarut mempunyai kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatu zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
Pada pembentukan K3[Fe(CN)6], diawali dengan penimbangan 1 gr K4[Fe(CN)6] yang berupa kristal kuning dan mengkilap. Kristal K4[Fe(CN)6]  dilarutkan dalam 10 ml H2O, dan terbentuk larutan kuning bening. Ditambahkan HCl untuk mengasamkan larutan dan larutannya tetap berwarna kuning bening. Ditempat lain dilarutkan 0,1 gr KMnO4 dalam 15 ml H2O, terbentuk larutan warna ungu pekat. Dicampurkan kedua larutan dan terbentuk larutan berwarna hitam kecokelatan, setelah itu larutan ditambahkan 0,1 gr Na2CO3 untuk menetralisir dan terbentuk endapan warna cokelat tua dan larutan hitam kemerahan. Saat diuapkan larutan berwarna cokelat, berupa hasil penyaringan dan terbentuk endapan hitam. Setelah itu larutan didiamkan hingga terbentuk kristal atau endapan. Selanjutnya kristal ditambahkan H2O untuk mencuci kristal dan didiamkan selama 2 jam sampai kristal terbentuk, dikeringkan dan ditimbang didapatkan hasil berat kristal 1,52 gram.
Pada proses pemurnian kristal, 0,53 gram kristal dilarutkan dalam 25 ml H2O, terbentuk larutan berwarna kuning bening, penambahan KI dan HCl 2 N tetap menghasilkan larutan kuning bening. Saat penambahan ZnSO4, larutan berubah kental dan ada endapan kecokelatan. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3, sampai larutan berwarna kuning pucat, kemudian ditambahkan 3 tetes amilum, dan dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai larutan putih kehijauan terbentuk dengan volume Na2S2O3 7,8 ml, dengan kemurnian 83 %.
Tujuan dilakukannya uji kemurnian agar dapat mengetahui % kemurnian yang didapat dari pembuatan K3[Fe(CN)6] yang telah didapat melalui proses yang cukup panjang, selain itu untuk mengetahui % pengotor yang ada pada kristal yang terbentuk.
Dalam percobaan pembentukan K3[Fe(CN)6] terjadi beberapa kesalahan seperti saat penimbangan KMnO4 yang tidak tepat, sehingga larutan yang dihasilkan warna ungu yang sangat pekat, sehingga saat dicampurkan larutan berwarna cokelat dan saat dipanaskan larutan kuning tidak terbentuk. Kesalahan yang pasti ada juga terjadi saat proses titrasi, karena penentuan titik ekuivalen yang tidak tepat.
Karakteristik kristal yang terbentuk antara lain :
        Padatan berwarna merah orange
        Berbentuk jarum
Titrasi yang dilakukan pada proses ini adalah titrasi iodometri, yang merupakan suatu titrasi tak langsung dimana Na2S2O3 tidak langsung bereaksi dengan titran, tapi akan bereaksi dengan I2 yang bebas dari KI. Jumlah I2 yang bereaksi setara dengan jumlah zat yang akan ditetapkan kadarnya dengan indikator amilum.
Katalisator adalah suatu zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi, tetapi saat reaksi itu selesai, zat katalisator akan kembali kebentuknya semula. Contoh katalisator adalah H2SO4.
Sebelum melakukan titrasi dan setelah penambahan KI, larutan harus ditutup dengan plastik hitam agar ion iodin yang dibebaskan tidak menguap atau lepas dan tidak bereaksi.
Kristalisasi adalah peisahan suatu zat yang terbentuk kristal dari larutannya. Sedangkan rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat yang berbentuk kristal yang didasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang dilarutkan dengan zat – zat pengotornya. Proses kristalisasi dalam percobaan ini terjadi saat campuran larutan K4[Fe(CN)6] dan KMnO4 yang dicampurkan dan filtratnya diaupkan sampai jenuh hingga terbentuk kristal. Selanjutnya proses rekristalisasi terjadi saat kristal yagn terbentuk ditambah H2O yang larutannya didiamkan dan endapan yang terbentuk dikeringkan hingga terbentuk endapan kembali.
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida, yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku tiosulfat.
Oksidator + KI  ® I2  +  2I-
I2  +  Na2S2O3  ®  Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetrik yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor  +  I2  ®  2I-
Na2S2O3  +  I2  ®  2NaI  +  Na2S4O6



BAB 5


PENUTUP

5.1    Kesimpulan
        Karakteristik kristal K3[Fe(CN)6] yang didapat adalah padatan berwarna orange, berbentuk jarum dan ringan.
        Uji kemurnian bertujuan untk mengetahui kemurnian yang didapat dari logam K4[Fe(CN)6] yang telah melewati proses yang cukup panjang sampai terbentuk K3[Fe(CN)6].
        Kemurnian yang didapat dari kristal yang terbentuk adalah 83 %, artinya pengotor kristal yang ada dalam kristal sekitar 17 %, sehingga dapat diaktakan kristal cukup murni.

5.2    Saran
Dilakukan juga standarisasi tiosulfat agar konsentrasinya dapat diketahui



DAFTAR PUSTAKA


 
 
Keenan, 1986. Kimia Untuk Universitas II. Erlangga : Jakarta
Khopkar, 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta
Svehla, 1990. Analisis Anorganik Kualitatif. Kalman Media Pusaka
Syukri. 1999. Kimia Dasar I. ITB : Bandung


pengunjung