|
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pembentukan ion kompleks
logam terikat pada partikel - partikel lain yang disebut dengan suatu ligan.
Setiap ligan, yang bisa berupa sebuah molekul atau anion, menyumbang sepasang
elektron untuk membentuk suatu ikatan. Senyawaan dimana gugus – gugus atau
molekul – molekul negatif terikat pada ion atau atom disebut senyawaan
koordinasi.
Sebagian besar kimia logam
transisi adalah berkenaan dengan sebagian dengan senyawaan koordinasinya.
Senyawaan ini penting dalam kimia laboratorium, industri, dan lingkungan.
Runutan logam – logam yang esensial bagi kesehatan organisme hidup sering
terdapat sebagai senyawaan kooridanasi.
Beberapa penggunaan praktis
senyawaan koordinasi yang paling tua, adalah yang disebabkan oleh warnanya.
Berdasarkan kesenian dan praktek yang berasal dari zaman kuno. Kompleks besi
(II) dan besi (II) sianida, masih dikenal sebagai nama biru Turnbull, biru
Prusia, dan hijau Berlin Cetak biru (blue print) didasarkan atas kompleks –
kompleks besi sianida. Baru – baru ini, zat pewarna baru, terutama yang
digunakan pada beberapa bahan pakaian sintesis yang sukar untuk diwarnai, telah
dibuat dari senyawaan kompleks.
Oleh karena itu, percobaan ini
dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan dan karakteristik kalium
ferrisianida dan untuk mengetahui tingkat atau persen kemurnian dari garam yang
dibuat sebelumnya. Pembentukan K4[Fe(CN)6] dilakukan
dengan reaksi oksidasi reduksi, serta penetralan sedangkan untuk percobaan
pengujian kemurnian dilakukan proses titrasi.
1.2
Tujuan Percobaan
–
Mengetahui
karakteristik kristal
–
Mengetahui
tujuan dari uji kemurnian
–
Mengetahui
persen kemurnian dari kristal
1.3
Prinsip Percobaan
1.3.1
Pembuatan
Kalium Ferrisianida
Percobaan pembuatan kalium
ferrisianida didasarkan pada proses reaksi oksidasi dengan oksidator KMnO4 dimana ion Fe2+ menjadi Fe3+
yang akan diikuti dengan reaksi netralisasi menggunakan Na2CO3
sehingga dihasilkan kristal K3Fe(CN)6.
1.3.2
Uji
Kemurnian
Percobaan ini didasarkan pada
pengujian kemurnian kristal yang didapat dengan proses titrasi menggunakan Na2S2O3
sebagai larutan standar dan larutan KI sebagai indikator.
BAB 2
|
Dalam pelaksanaan analisis
anorganik kuantitatif, banyak digunakan reaksi – reaksi yang menghasilkan
pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom
(ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu.
Jumlah relatif komponen – komponen ini dalam kompleks stabil nampak mengikuti
stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan dalam
lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan
koordinasi, suatu bilangan bulat yang menyatakan julah ligan (monodentat) yang
dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu ion pusat. Pada kenyataan kasus,
bilangan koordinasi adalah 6 (Fe2+, Fe3+, Zn2+,
Cr3+, Co3+, Ni2+, Cd2+), kadang –
kadang 4 (Cu2+, Cu+, dan Pt2+), tetapi
bilangan –bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan
platinum) juga terdapat.
Ion – ion dan molekul –
molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-
dan H2O membentuk ligan monodentat, yaitu suatu ion atau molekul
menempati atau molekul dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti
ion dipiridil), tridentat, dan juga tetradentat. Nama ini berasal dari kata
Yunani yaitu pembentukan chelate (sepit). Rumus nama beberapa ion kompleks
adalah sebagai berikut :
–
Fe(CN)6-4 (heksasianoferat
(II))
–
Fe(CN)6-3 (heksasianoferat
(III))
–
Cu(NH3)4+2 (tetraaminakuprat (II))
–
Cu(NH3)4+ (tetraaminakuprat (I))
–
Co(H2O)6+3 (heksakuokobaltat (III))
–
Ag(CN)2- (disianoargentat (I))
–
Ag(S2O3)2-2 (ditiosulfatoargentat (I))
Atom – atom pusat seperti Fe,
Cu, Co, dan Ag diikuti oleh rumus ligan (CN, NH3, H2O, S2O3)
dengan bilangan indeks stiokiometri.
Pembentukan kompleks mempunyai
dua bidang pemanasan yang penting dalam analisis kualitatif anorganik.
a. Uji spesifik terhadap ion
Beberapa reaksi yaitu
menghasilkan pembentukan kompleks, dapat dipakai sebagai uji terhadap ion –
ion. Begitulah reaksi yang sangat peka dan spesifik untuk terhadap beberapa
uji. Pemakaian penting adalah uji terhadap ion besi (III) dengan tiosianat.
Dalam suasana sedikit asam, terjadilah pewarnaan merah tua, disebabkan
pembentukan sejumlah senyawa kompleks bertahap :
Fe3+ +
SCN- D Fe(SCN)+2
Fe(SCN)+2 +
SCN- D [Fe(SCN)2]+
[Fe(SCN)2]+ + SCN- D [Fe(SCN)3]
[Fe(SCN)3] + SCN- D [Fe(SCN)4]-
[Fe(SCN)4]- + SCN-
D [Fe(SCN)5]-2
[Fe(SCN)5]2- + SCN- D [Fe(SCN)6]-3
diantara ini, [Fe(SCN)3] merupakan
non-elektrolit ia dapat dengan mudah diekstraksi dengan eter atau amil alkohol.
Sianat dari alkali dan alkali
tanah larut dalam air, sianat dari perak merkurium (I), timbel dan tembaga,
tidak larut. Asam bebasnya adalah cairan tidak berwarna yang berbau tak sedap,
dan ion ini sangat tidak stabil. Tiosianat (SCN) dari perak dan tembaga praktis
tidak larut dalam air, merkurium (II) dan timbel tiosianat dapat larut tetapi
sedikit. Tiosianat dari kebanyakan logam lainnya dapat larut (Khopkar, 1996).
Ø Kompleks – kompleks sianida dan tiosianat
Ion – ion sianida membentuk
kompleks stabil dengan sejumlah logam kompleks – kompleks demikian adalah :
[Ag(CN)2]-
[Cu(CN)4]-3
[Fe(CN)6]-4
[Fe(CN)6]-3
Tiosianat dapat dipakai dalam beberapa kasus untuk
mendeteksi ion. Reaksinya dengan ion besi (II) sangat khas dan dapat dipakai
untuk mendeteksi kedua ion tesebut. Warna merah tua terlihat disebabkan oleh
pembentukan sejumlah ion – ion tiosianoferat (III) dan juga molekul yang tak
bermuatan [Fe(SCN)3]. Kompleks tetrasianatokobaltat (II) [Co(SCN)4]-2
yang biru kadang – kadang dapat dipakai untuk mendeteksi kobalt.
Reaksi untuk logam – logam
kompleks tidak lepas dari reaksi oksidasi reduksi. Oksidasi adalah suatu proses
yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat, atom,
ion, atau molekul. Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke
harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh
elektron, dan dalam proses itu zat direduksi. Reduksi, sebalinya adalah suatu proses
yang melibatkan diperolehnya satu elektron atau lebih suatu zat, atom, atau
ion. Reaksi oksidasi – reduksi dapat terjadi pada suasana asam, basa, ataupun
netral.
Suatu zat oksidator yang umum
dipakai adalah KMnO4.
Ø KMnO4 dalam suasan asam dierduksi menurut
proses lima elektron, bila bilangan oksidasi mangan berubah dari +7 ke +2
MnO4- + 8H+ + 5e- ®
Mn2+ + 4H2O
Ø KMnO4 dalam suasana basa,
dapat direduksi menjadi manganat dalam proses satu elektron
MnO4- + e-
®
MnO4-2
Ø KMnO4 dalam suasana
netral, permanganat direduksi jadi mangan dioksida, bila dalam suatu proses
tiga elektron, keadaan mangan berubah dari +7 ke +4
MnO4- + 4H+ + 3e- ®
MnO2 + 2H2O
(Svehla, 1990)
Dalam penentukan bentuk
molekul, dilihat dari ikatan ligan – ligan yang terbentuk pada atom pusat.
Dalam hal Fe2+, pembagian elektron dicapai dengan hilangnya dua
elektron dari 4s sebuah atom Fe. Pembagian empat elektron pada orbital –
orbital yang terpisah diperlukan oleh data magnetik, dan konsisten dengan aturan
Hund. Dalam hal Fe(CN)6-4 besi adalah Fe(II) maka mula –
mula mengacu pada struktur Fe2+, yang mempunyai 6 elektron pada
tingkat luarnya. Elektron yang harus dibagi – bagikan dalam Fe(CN)6-4
adalah enam elektron milik Fe2+ dan keenam pasangan elektron yang
disumbangkan kepada ikatan koordinat oleh atom keenam ligan itu. Pertama –
tama, berpasangannya keenam elektron yang tergabung dengan Fe2+,
karena data magnetik menunjukkan bahwa tak ada elektron yang tak berpasangan
dalam [Fe(CN)6]-4 dan kedua, pemilihan jumlah yang diperlukan
dari orbital – orbital dengan energi terendah yang tersedia, untuk mengikat
keenam ligan tersebut. Tanda kurung kurawal [] merangkum orbital – orbital yang
akan dihibridisasi. Langkah terakhir dengan menunjukkan dengan melukiskan dan
diperlihatkan dengan anak panah digunakan dalam mengikat ligan dilukiskan
berdekatan satu sama lain untuk menunjukkan bahwa mereka telah berhibridisasi
dan hibridisasi diringkasikan dalam kolom terakhir d2sp3
dimana bentuk molekulnya adalah oktahedrat.
Dengan medan ligan yang
kuat dari ena ligan CN-, elektron dapat dipaksa untuk berpasangan
dan menempati orbital dxy, dxz, dan dyz, dari pada kedua orbital dx2,
dy2 dan dz2. Pemisahan orbital – orbital d adalah lebih
ebsar dari suatu ligan dengan medan yang kuat. Ligan CN- misalnya
menyebabkan peisahan yang relatif besar, sehingga energi yang perlu untuk
mengeksitasi sebuah elektron dari orbital d dengan tingkatan lebih rendah ke
tingkatan yang lebih tinggi, adalah relatif besar.
Beberapa penggunaan
praktis senyawaan koordinasi yang paling tua adalah zat yang disebabkan oleh
warnanya. Berdasarkan kesenian dan praktek yang berasal dari zaman dahulu, para
ahli kimia merumuskan zat – zat kimia sebagai pewarna, kaca berwarna dan glasir
untuk keramik (Keenan, 1986).
Dalam pembentukan
senyawa kompleks, tidak terlepas dari proses hibridisasi. Untuk menentukan
suatu struktur suatu senyawa, harus ditelusuri dari atom pusat, yaitu yang
mempunyai beberapa ikatan dengan atom lain. Atom – atom itu disebut subtituen karena dapat
diganti dengan atom lain.
Struktur suatu molekul
terutama ditentukan oleh atom pusat dan dipengaruhi oleh subtituennya, karena
penggantian subtituen dapat menimbulkan sedikit perubahan, oleh karena itu,
struktur molekul dipengaruhi oleh bentuk orbital kulit atom terluar atom pusat.
Hibridisasi adalah proses
penggabungan beberapa orbital seuatu atom dan kemudian ditata ulang sehingga
melahirkan orbital baru yang ekuivalen dalam molekul. Orbital baru yang disebut
orbital hibrid. Pembentukan orbital hibrid bergantung dari jumlah dan jenis
orbital yang bergabung.
Pembentuk ikatan dalam senyawa
harus sesuai dengan aturan hibridisasi yaitu sebagai berikut :
1. Orbital yang bergabung harus punya tingkat
energi yang sama atau hampir sama.
2. Orbital hibrid yang terbentuk sama
banyaknya dengan orbital hibrid yan gbergabung.
3. Dalam hibridisasi, yang bergabung adalah
orbital bukan elektron.
4. Sebagian besar orbital hibrid bentuknya
mirip tapi tidak selalu identik
Pembentukan orbital hibrid melalui hibridisasi :
1. Elektron yang berpasangan salah satunya
berpromosi ke orbital yang energinya tinggi
2. Penggabungan orbital mengakibatkan
kerapatan elektron besar.
3. Tumpang tindih orbital, mengakibatkan
terbentuk ikatan kovalen (Syukri, 1999)
BAB 3
|
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
– alat
–
Erlenmeyer
–
Beaker
gelas
–
Gelas
ukur
–
Batang
pengaduk
–
Hot
plate
–
Buret
–
Statif
–
Klem
–
Pipet
tetes
–
Corong
kaca
–
Neraca
analitik
–
Stopwatch
–
Oven
3.1.2
Bahan
– bahan
–
K4[Fe(CN)6]
–
HCl
–
KMnO4
–
Na2CO3
–
Amilum
–
KI
–
HCl 2
N
–
ZnSO4
–
Na2S2O3
0,1 N
–
Aquades
–
Tissue
–
Kertas
saring
–
Plastik
hitam
–
Karet
gelang
3.2
Prosedur Percobaan
3.2.1
Pembuatan
Kalium Ferrisianida (K3[Fe(CN)6])
–
Ditimbang
0,1 gram K4[Fe(CN)6] dengan neraca analitik
–
Ditabahkan
10 ml aquades pada kristal dalam beaker gelas
–
Dilarutkan
K4[Fe(CN)6] dalam aquades
–
Ditambahkan
10 tetes HCl
–
Ditimbang
0,1 gr KMnO4 dengan neraca analitis
–
Ditambahkan
10 ml aquades pada KMnO4 dalam erlenmeyer
–
Dicampurkan
kedua campuran yang terbentuk
–
Didiamkan
selama 15 menit
–
Disaring
campuran dengan kertas saring dalam beaker
–
Ditambahkan
lagi campuran sampai didapatkan filtrat
–
Diuapkan
filtratnya
–
Didiamkan
H2O pada kristal yang terbentuk
–
Didiamkan
selama 2 jam
–
Disaring
campuran sampai filtrat dan endapan terpisah
–
Diambil
endapannya diatas kertas saring
–
Dikeringkan
endapannya
–
Ditimbang
berat kristal yang terbentuk
3.2.2
Uji
Kemurnian
–
Ditimbang
0,53 gram K3[Fe(CN)6]
–
Dilarutkan
dengan 25 ml aquades
–
Diambil
6,5 ml larutannya
–
Ditambahkan
5 ml larutan KI pada larutan
–
Dititrasi
1 ml HCl 2 N
–
Ditambahkan
4 ml ZnSO4 dalam larutan
–
Dititrasi
dengan Na2S2O3 0,1 N
–
Ditambahkan
3 tetes amilum pada larutan
–
Dititrasi
lagi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
BAB
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1
|
Pembuatan Kalium Ferrisianida
–
Ditimbang
1 gr K4[Fe(CN)6]
–
Ditambah 10 ml H2O
–
Ditambahkan 10 tetes HCl
–
Ditimbang 0,1 gr KMnO4
–
Ditambahkan 15 ml aquades
–
Dicampurkan kedua larutan
–
Didiamkan 15 menit
–
Ditambahkan
0,1 gr Na2CO3
–
Disaring
–
Didiamkan
hingga terbentuk kristal
–
Ditambahkan H2O pada kristal
–
Didiamkan selama 2 jam
–
Disaring
–
Dikeringkan
endapannya
–
Ditimbang
berat kristal
|
Kristal kuning, mengkilap
Larutan kuning bening
Larutan tetap kuning bening
Larutan berwarna ungu pekat
Larutan hitam kecoklatan
Terbentuk endapan kecoklatan
Terbentuk endapan cokelat, dan larutan hitam
kemerahan
Berat beaker 42,68 gr
Beaker + kristal = 44,20 gr
Berat kristal = 1,52 gr
|
2
|
Uji Kemurnian
–
Diambil 0,53 gr kristal
–
Ditambahkan 25 ml H2O
–
Ditambahkan 5 ml KI
–
Ditambahkan 1 ml HCl 2 M
–
Ditambahkan 4 ml ZnSO4
–
Dititrasi dengan Na2S2O3
–
Ditambah 3 tetes amilum
–
Dititrasi lagi dengan Na2S2O3
–
Diukur V Na2S2O3
|
Larutan kuning bening
Larutan kuning bening
Larutan kuning bening
Larutan kental ada endapan cokelat
Larutan sampai kuning pucat
Larutan kuning pucat
Larutan berwarna putih kehijauan
V Na2S2O3 = 7,8
ml
|
4.3
Reaksi
4.3.1
Reaksi
KMnO4 + K4Fe(CN)6
R : MnO4- → Mn2+
MnO4- → Mn2+
+
4H2O
MnO4- + 8H+
→ Mn2+ + 4H2O
MnO4- + 8H+ +
5e → Mn2+ + 4H2O
O : [Fe(CN)6]4- →
[Fe(CN)6]3-
[Fe(CN)6]4- →
[Fe(CN)6]3-
+ e-
R : MnO4- + 8H+ +
5e → Mn2+ + 4H2O x 1
O : [Fe(CN)6]4- →
[Fe(CN)6]3-
+ e- x
5
R : MnO4- + 8H+ +
5e → Mn2+ + 4H2O
O : 5[Fe(CN)6]4- → 5[Fe(CN)6]3- + 5e-
MnO4- + 5[Fe(CN)6]4- + 8H+ → Mn2+
+
5[Fe(CN)6]3-
+ 4H2O
4.3.2
Reaksi
Tiosulfat + KI
R : I2 → 2l-
I2 + 2e- → 2l-
O : 2S2O32- →
S4O62-
2S2O32- →
S4O62-
+ 2e-
R : I2
+ 2e- → 2l-
O : 2S2O32- →
S4O62-
+ 2e-
I2 + 2S2O32- →
2l- + S4O62-
4.2
Pembahasan
Percobaan kali ini
didasarkan pada proses pebentukan kristal K3Fe(CN)6
berdasarkan reaksi oksidasi dengan oksidator KMnO4, dimana ion Fe2+
menjadi Fe3+ yang akan diikuti dengan reaksi netralisasi menggunakan
larutan Na2CO3 sehingga dapat dihasilkan kristal K3Fe(CN)6.
Prinsip uji kemurnian didasarkan pada pengujian kemurnian kristal yang didapat
dengan proses tirasi menggunakan Na2S2O3
sebagai larutan standar dan KI sebagai indikator.
Dalam percobaan
pembuatan kalium ferrosianida ini dilakukan melalui beberapa perlakuan dan
reagen yang digunakan. Penibangan berfungsi untuk mengetahui berat padatan
kristal K3[Fe(CN)6], dan KMnO4 yang digunakan,
pelarutan berfungsi melarutkan padatan – padatan kristal dalam H2O
agar berwujud cair dan lebih mudah direaksikan. Pencampuran dilakukan untuk
mencampurkan dua zat agar dapat bereaksi. Dalam percobaan ini juga dilakukan
pendiaman yang berfungsi agar terbentuk endapan pada campuran serta penguapan untuk
menguapkan H2O pada campuran sehingga campurannya lebih pekat.
Penyaringan berfungsi untuk memisahkan filtrat dan endapannya yang berupa K3[Fe(CN)6].
Pada uji kemurnian, dilakukan proses titrasi yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat kemurnian dari kristal, yang dibantu dengan penambahan indikator
amilum, sehingga kemurnian dapat ditentukan dari volume Na2S2O3
yang digunakan.
Adapun fungsi reagen – reagennya
adalah :
–
HCl
berfungsi untuk memberikan suasana asam sehingga reaksi oksidasi berlangsung dalam
suasana asam.
–
Na2CO3
berfungsi untuk menetralkan larutan, karena Na2CO3 jika
bereaksi dengan asam akan membentuk CO2 dan H2O sehingga
larutannya netral.
–
Larutan
KI berfungsi sebagai larutan standar primer yang akan menstandarkan larutan
standar Na2S2O3 saat titrasi.
–
Larutan
ZnSO4 berfungsi untuk membentuk endapan pada campuran
–
Amilum
berfungsi sebagai indikator saat titrasi yang menunjukkan bahwa reaksi telah
habis bereaksi dengan adanya perubahan warna pada larutan
–
Na2S2O3
merupakan larutan standar yang digunakan saat titrasi
Fungsi reagen yang lain dalam percobaan ini antara
lain :
–
K4Fe(CN)6
: larutan baku untuk membentuk
garam K3Fe(CN)6
–
H2O : pelarut yang digunakan
dalam percobaan
–
KMnO4 : sebagai oksidator untuk
mengoksidasi K4Fe(CN)6
Faktor – faktor yang
mempengaruhi kristal ada beberapa macam, antara lain :
–
Suhu,
kelarutan akan meningkat dengan menginkatnya suhu, sehingga pembentukan endapan
yang kemudian menjadi kristal berkurang disebabkan banyak endapan yang berada
pada larutannya.
–
Pengaruh
ion sejenis, kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan
yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
–
Pengaruh
pH, suhu kristal akan terbentuk jika mengalami kenaikan pH karena adanya
penggabungan proton dengan anion pada kristal.
–
Pengaruh
ion kompleks, kelarutan garam yang tidak mudah larut akan meningkat dengan
adanya pembentukan kompleks antara logam dengan kation garam.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal yang
lain :
–
Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi zat
terlarut maka semakin banyak kemungkinan terbentuknya kristal dan semakin cepat
prosesnya, jika semakin rendah konsentrasi zat terlarut maka proses pembentukan
kristal lambat.
–
Pengaruh
hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan
dalam air akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana
menyebabkan kation tersebut mengalami hidrolisis dan akan meningkatkan
kelarutan garam tersebut
–
Sifat
alami pelarut
Garam anorganik mudah larut
dalam air dibandingkan dengan pelarut organik. Perbedaan kelarutan suatu zat
dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara 2
zat. Setiap pelarut mempunyai kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatu
zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada
pelarut tertentu.
Pada pembentukan K3[Fe(CN)6],
diawali dengan penimbangan 1 gr K4[Fe(CN)6] yang berupa
kristal kuning dan mengkilap. Kristal K4[Fe(CN)6] dilarutkan dalam 10 ml H2O, dan
terbentuk larutan kuning bening. Ditambahkan HCl untuk mengasamkan larutan dan
larutannya tetap berwarna kuning bening. Ditempat lain dilarutkan 0,1 gr KMnO4
dalam 15 ml H2O, terbentuk larutan warna ungu pekat. Dicampurkan
kedua larutan dan terbentuk larutan berwarna hitam kecokelatan, setelah itu
larutan ditambahkan 0,1 gr Na2CO3 untuk menetralisir dan
terbentuk endapan warna cokelat tua dan larutan hitam kemerahan. Saat diuapkan
larutan berwarna cokelat, berupa hasil penyaringan dan terbentuk endapan hitam.
Setelah itu larutan didiamkan hingga terbentuk kristal atau endapan.
Selanjutnya kristal ditambahkan H2O untuk mencuci kristal dan
didiamkan selama 2 jam sampai kristal terbentuk, dikeringkan dan ditimbang
didapatkan hasil berat kristal 1,52 gram.
Pada proses pemurnian kristal,
0,53 gram kristal dilarutkan dalam 25 ml H2O, terbentuk larutan
berwarna kuning bening, penambahan KI dan HCl 2 N tetap menghasilkan larutan
kuning bening. Saat penambahan ZnSO4, larutan berubah kental dan ada
endapan kecokelatan. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3,
sampai larutan berwarna kuning pucat, kemudian ditambahkan 3 tetes amilum, dan
dititrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai larutan
putih kehijauan terbentuk dengan volume Na2S2O3
7,8 ml, dengan kemurnian 83 %.
Tujuan dilakukannya uji
kemurnian agar dapat mengetahui % kemurnian yang didapat dari pembuatan K3[Fe(CN)6]
yang telah didapat melalui proses yang cukup panjang, selain itu untuk
mengetahui % pengotor yang ada pada kristal yang terbentuk.
Dalam percobaan pembentukan K3[Fe(CN)6]
terjadi beberapa kesalahan seperti saat penimbangan KMnO4 yang tidak
tepat, sehingga larutan yang dihasilkan warna ungu yang sangat pekat, sehingga
saat dicampurkan larutan berwarna cokelat dan saat dipanaskan larutan kuning
tidak terbentuk. Kesalahan yang pasti ada juga terjadi saat proses titrasi,
karena penentuan titik ekuivalen yang tidak tepat.
Karakteristik kristal yang terbentuk antara lain :
–
Padatan
berwarna merah orange
–
Berbentuk
jarum
Titrasi yang dilakukan pada
proses ini adalah titrasi iodometri, yang merupakan suatu titrasi tak langsung
dimana Na2S2O3 tidak langsung bereaksi dengan
titran, tapi akan bereaksi dengan I2 yang bebas dari KI. Jumlah I2
yang bereaksi setara dengan jumlah zat yang akan ditetapkan kadarnya dengan
indikator amilum.
Katalisator adalah suatu zat
yang dapat mempercepat terjadinya reaksi, tetapi saat reaksi itu selesai, zat
katalisator akan kembali kebentuknya semula. Contoh katalisator adalah H2SO4.
Sebelum melakukan titrasi dan
setelah penambahan KI, larutan harus ditutup dengan plastik hitam agar ion
iodin yang dibebaskan tidak menguap atau lepas dan tidak bereaksi.
Kristalisasi adalah peisahan
suatu zat yang terbentuk kristal dari larutannya. Sedangkan rekristalisasi
adalah pemurnian suatu zat yang berbentuk kristal yang didasarkan pada
perbedaan daya larut antara zat yang dilarutkan dengan zat – zat pengotornya.
Proses kristalisasi dalam percobaan ini terjadi saat campuran larutan K4[Fe(CN)6]
dan KMnO4 yang dicampurkan dan filtratnya diaupkan sampai jenuh
hingga terbentuk kristal. Selanjutnya proses rekristalisasi terjadi saat
kristal yagn terbentuk ditambah H2O yang larutannya didiamkan dan
endapan yang terbentuk dikeringkan hingga terbentuk endapan kembali.
Iodometri adalah analisa
titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator
seperti besi (III), tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida, yang
ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan
menggunakan larutan baku tiosulfat.
Oksidator + KI ® I2 + 2I-
I2 + Na2S2O3 ®
Na2S4O6
Sedangkan iodimetri
adalah merupakan analisis titrimetrik yang secara langsung digunakan untuk zat
reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan
penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 ®
2I-
Na2S2O3 + I2
®
2NaI + Na2S4O6
BAB 5
|
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
–
Karakteristik
kristal K3[Fe(CN)6] yang didapat adalah padatan berwarna
orange, berbentuk jarum dan ringan.
–
Uji
kemurnian bertujuan untk mengetahui kemurnian yang didapat dari logam K4[Fe(CN)6]
yang telah melewati proses yang cukup panjang sampai terbentuk K3[Fe(CN)6].
–
Kemurnian
yang didapat dari kristal yang terbentuk adalah 83 %, artinya pengotor kristal
yang ada dalam kristal sekitar 17 %, sehingga dapat diaktakan kristal cukup
murni.
5.2
Saran
Dilakukan juga standarisasi
tiosulfat agar konsentrasinya dapat diketahui
DAFTAR PUSTAKA
|
Keenan, 1986. Kimia
Untuk Universitas II. Erlangga : Jakarta
Khopkar, 1990. Konsep
Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta
Svehla, 1990. Analisis
Anorganik Kualitatif. Kalman Media Pusaka
Syukri. 1999. Kimia
Dasar I. ITB : Bandung