BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sejak abad ke-17 orang telah dapat memisahkan
berbagai jenis senyawa dari sumber-sumber organic, baik tumbuhan, hewan maupun
mikroorganisme. Senyawa-senyawa
tersebut misalnya asam laktat, morfin, kuinon, mentol, kolesterol, penisilin
dan sebagainya. Tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa ilmu kimia
senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme atau disebut juga ilmu
kimia bahan alam merupakan bagian yang terpenting dari ilmu kimia organik.
Hutan
tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan adalah merupakan sumber daya
hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia berupa senyawa kimia hasil
metabolisme primer maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder. Senyawa
kimia beserta derivat-derivatnya yang bermanfaat untuk kehidupan pada tumbuhan
merupakan proses yang sangat menarik untuk dipelajari sehingga mendorong
perhatian peneliti untuk mengenal dan mengetahui struktur senyawa dengan
demikian melahirkan bermacam-macam metode pemisahan dan penentuan karakterisasi
senyawa murni fitokimia untuk digunakan dalam bioassay serta pengujian
farmakologis.
Dari
pernyataan-pernyataan diatas maka dilakukanlah uji fitokimia yang dapat
mendeteksi kandungan senyawa metabolit sekunder pada sampel daun pepaya, daun
jarak, kunyit, biji pohon pinang, pare, daun dan batang kangkung serta buncis,
yang diduga mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkalolid,
triterpenoid/steroid, kuinon, flavanoid, fenolik maupun saponin. Semua
kandungan sampel ini akan dapat diketahui setelah percobaan ini berlangsung.
1.2 Tujuan Percobaan
-
Untuk
mengetahui hasil pengamatan pada uji kuinon
-
Untuk
mengetahui fungsi dari perebusan air pada tiap-tiap uji yang dilakukan
-
Untuk
mengetahui hasil pengamatan pada uji saponin
1.3 Prinsip Percobaan
1.3.1
Uji
Alkaloid
Pengujian terhadap sampel yaitu daun
pepaya, daun kangkung dan buncis yang telah dipotong-potong lalu ditambah
dengan CCl4 dan pereaksi Dragendorff. Sampel yang mengandung senyawa
alkaloid ketika direaksikan dengan pereaksi dragendorff akan berwarna merah.
1.3.2
Uji
Triterpenoid/Steroid
Pengujian terhadap sampel yaitu daun
kangkung, daun jarak dan kunyit yang telah dipotong-potong dan ditambah dietil
eter kemudian ditambah H2SO4. Sampel yang mengandung
senyawa triterpenoid akan berwarna merah ungu untuk steroid yaitu pewarnaan
hijau-biru.
1.3.3
Uji
Kuinon
Pengujian terhadap sampel yaitu kunyit
yang dipotong-potong ditambah dengan dietil eter dan NaOH serta HCl(p). Dalam
uji ini apabila sampel kunyit saat ditambah NaOH akan memudarkan warna dari
sampel namun apabila ditambahkan HCl(p) warna semula muncul kembali, hal ini
menunjukkan bahwa pada kunyit terdapat kandungan senyawa kuinon (zat warna
kuinon).
1.3.4
Uji
Flavanoid
Pengujian terhadap sampel yaitu daun
pepaya, daun kangkung dan kunyit. Sampel yang mengandung senyawa flavanoid
ketika ditambahkan serbuk Mg dan HCl(p) akan memberi pewarnaan orange sampai
merah.
1.3.5
Uji Fenolik
Pengujian terhadap sampel yaitu pare dan
biji pohon pinang. Sampel yang mengandung senyawa fenolik akan berwarna
biru-ungu bila ditambahkan FeCl3.
1.3.6
Uji
Saponin
Pengujian terhadap sampel yaitu pare, daun
jarak, dan batang kangkung. Sampel yang mengandung senyawa saponin akan
memberikan ciri yang khas yaitu busa permanen saat dikocok maupun setelah
penambahan HCl(p) akan tetap berbusa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak analisis tumbuhan yang dicurahkan
pada isolasi dan identifikasi kandungan sekunder dalam jenis tumbuhan khusus
atau sekelompok jenis tumbuhan, dengan harapan ditemukan beberapa kandungan
yang strukturnya baru atau tidak biasa. Tetapi, perlu kita ketahui bahwa banyak
dari komponen yang mudah diisolasi itu merupakan senyawa yang biasa dijumpai
atau terdapat umum dalam tumbuhan. Sukrosa mungkin mengkristal dari pekatan
ekstrak air tumbuhan dan sitosterol dari fraksi fitosterol. Komponen yang lebih
menarik sering kali berupa komponen yang kadarnya lebih rendah.
Alasan lain melakukan analisis fitokimia
ialah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang
bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan
sistem biologi. Dalam hal ini kita harus memantau cara ekstraksi dan pemisahan
pada setiap tahap, yaitu untuk melacak senyawa aktif tersebut sewaktu
dimurnikan. Kadang-kadang keaktifan hilang selama proses fraksinasi akibat
ketidakmantapan senyawa berupa kristal tetapi tanpa keaktifan seperti yang
ditunjukkan oleh ekstrak asal. Kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa
aktif selama proses isolasi dan pencirian harus selalu tertanam dalam ingatan.
(
J. B. Harborner, 19987)
Ø Terpenoid dan Steroid
Berbagai senyawa yang dibahasa secara
tradisional tidak dikelompokkan menjadi satu tetapi biasanya dikelompokkan
kedalam minyak atsiri, sterol, alkaloid, pigmen, glikosida jantung, dan
sebagainya. Hanya berdasarkan hasil telaah biosintesis terbukti bahwa senyawa
tersebut dapat dikelompokkan bersama secara masuk akal sebagai senyawa yang
kerangka dasarnya semua baerasal dari asam mevalonat atau prazat sejenisnya.
Kesatuan dari segi biosintesis ini tidak berarti terdapat pula kesatuan dalam
fungsi atau memang ada kesatuan dalam sifat kimia, yang lebih bergantung pada
gugus fungsi ketimbang pada kerangka karbon.
Ketika struktur senyawa kelompok ini
diketahui, menjadi jelas bahwa banyak senyawa tersebut yang dapat dianggap
terbentuk dari satuan isoprena atau isopentana yang disambungkan dengan
berbagai cara dengan berbagai jenis penutupan cincin, derajat ketidakjenuhan, dan gugus fungsi.
Susunan yang paling umum rupanya ’kepala ke
ekor’ :
dan kaidah ‘kepala keekor’ ini dianggap demikian
umum sehingga benar atau tidaknya suatu struktur yang diusulkan dapat dinilai
dengan memperhatikan apakah struktur sesuai dengan kaidah ini. Ketika lebih
banyak lagi senyawa yang ditemukan, ternyata ada dua kekeculian dari kaidah isoprena
ini yaitu telah ditemukan senyawa jenis isoprenoid yang tidak mengandung jumlah
satuan isoprena yang genap, dan telah ditemukan juga senyawa susunannya tidak
mengikuti susunan kepala-ke-ekor. Istilah ’terpenoid’ disini dipilih untuk
semua senyawa yang terbentuk dari satuan isoprena, tanpa memperhatikan gugus
fungsi yang ada, sementara terpena mengacu khusus ke hidrokarbon.
1. Monoterpenoid
Monoterpenoid rupanya terbentuk dari dua
satuan isoprena dan biasanya mempunyai sepuluh atom karbon, meskipun ada contoh
langka senyawa yang rupanya terbentuk berdasarkan prinsip umum ini tetapi
senyawa tersebut kehilangan satu atom karbon atau lebih. Kita mengenal baik
senyawa siklik maupun senyawa rantai-terbuka. Dalam kenyataannya, hampir setiap
tata susun sepuluh atom karbon yang mungkin tampaknya terdapat dialam. Hanya
beberapa dari contoh yang lebih umum disajikan disini untuk memberikan
gambaran. Lebih dari seratus berbagai monoterpenoid yang berbeda telah
diisolasi dari tumbuhan. Monoterpenoid merupakan komponen utama minyak atsiri
dan mempunyai makna ekonomi yang besar sebagai bau-rasa, wewangian, dan
pelarut. Monoterpenoid khas berupa
cairan tanwarna, tidak larut dalam air, dapat disuling uap dan berbau harum.
Beberapa senyawa bersifat aktif optik. Telaah kimianya dipersulit oleh sukarnya
memperoleh senyawa murni dari campuran rumit seperti yang biasanya ditemukan
dan oleh mudahnya senyawa mengalami tata ulang.
Banyak jenis monoterpanoid monosiklik
mempunyai apa yang disebut kerangka p-mentana :
2. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid adalah senyawa C15,
biasanya dianggap berasal dari tiga satuan isoprena. Seperti monoterpenoid
sekuiterpenoid terdapat sebagai komponen minyak atsiri yang tersuling uap, dan
berperan penting dalam memberi aroma kepada buah dan bunga yang kita kenal.
3. Diterpenoid
Diterpenoid
merupakan senyawa C20, yang secara resmi dapat dianggap (dengan
beberapa kekecualian) berasal dari empat satuan isoprenoid. Karena titik
didihnya yang tinggi, biasanya diterpenoid tidak ditemukan dalam minyak atsiri
tumbuhan meskipun beberapa ditepenoid yang bertitik didih rendah mungkin.
Senyawa ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom, dan dalam fraksi
bertitik didih tinggi bakdamar yang tersisa setelah penyulingan minyak atsiri.
4. Triterpenoid
Karena triterpenoid C25 sangat
jarang terdapat dalam tumbuhan tinggi, meskipun memang ada, ada kerumitan yang
sangat meningkat jika memperhatikan senyawa mulai dari diterpenoid C30.
Triterpenoid tersebar luas dalam damar, gabus, dan kutin tumbuhan. Apa yang
disebut asam damar adalah asam triterpenoid yang sering bersama-sama dengan Gom
polisakarida dalam damar Gom.
Ø Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian
karena sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun).
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yag kuat yang menimbulkan busa jika
dikocok dalam air dan pada konsnetrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis
sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk
ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan
selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba juga.
Dikenal dua jenis saponin-glikosida
triterpenoid alkohol dan Glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai
rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol
tetapi tidak larut dalam eter.
(
Trevor, Robinson. 1995)
Ø Senyawa Fenol dan Asam Fenolat
Senyawa fenol dan asam fenolat lebih baik
dibahas bersam-sama karena biasanya, pada analisis tumbuhan, mereka
mengidentifikasi bersama-sama. Hidrolisis jaringan tumbuhan dalam suasana asam
membebaskan sejumlah asam fenolat yang larut dalam eter, beberapa diantaranya
umum penyebarannya.
Senyawa asam fenolat ada hubungannya
dengan lignin terikat sebagai ester atau terdapat pada daun didalam fraksi yang
tak larut dalam etanol; atau mungkin terdapat didalam fraksi yang larut dalam
etanol, yaitu sebagai glikosida sederhana.
Ø Flavanoid
Senyawa flavanoid, menurut srukturnya,
merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada
tumbuhan Primula, dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama.
Flavanoid terutama berupa senyawa yang
larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada
dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi.
Flavanoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambahkan
basa atau amonia; jadi, mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam
larutan.
Flavanoid umumnya terdapat dalam tumbuhan,
terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikan flavanoid yang manapun mungkin
saja dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Karena
alasan itu, maka, dalam menganalisis flavanoid biasanya lebih baik bila kita
memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis
sebelum memperhatikan kerumitan glikosida yang mungkin terdapat dalam ekstrak
asal.
Ø Pigmen Kuinon
Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai
dari kuning pucat sampai ke hampir hitam, dan struktur yang telah dikenal
jumlahnya lebih dari 450. walaupun mereka tersebar luas dan strukturnya sangat
beragam, sumbangannya terhadap warna tumbuhan tinggi nilai nisbi kecil. Jadi,
pigmen ini sering terdapat dalam kulit, galih atau akar, atau dalam jaringan
lain (misalnya daun), tetapi pada jaringan tersebut warnanya tertutupi pigmen
lain.
Kuinon adalah senyawa berwarna dan
mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas
dua gugus karbonil yang berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon.
Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok :
benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok
pertama biasanya terhidrolisis dan bersifat senyawa fenol serta mungkin
terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam
bentuk kuinol tanwarna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dalam hal demikian
diperlukan hidrolisis asam untuk melepas kuinon bebasnya. Kuinon isoprenoid
terlibat dalam respirasi sel (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) dan
dengan demikian tersebar semesta dalam tumbuhan.
(
J. B. Harborne, 1987)
Ø Alkaloid
Pada waktu yang lampau sebagian besar
sumber adalah pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya
penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga, organisme laut,
mikroorganisme dan tanaman rendah. Beberapa contoh yang terdapat pada berbagai
sumber adalah isolasi muskopiridin (1) dari sebangsa rusa; kastoramin (2) dari
sejenis musang Kanada; turunan pirrol (3), feromon seks serangga; saksitoksin
(4), neurotoksik konstituen dari Ganyaulax catenella.
1. Sifat-sifat Fisika
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi
berupa padatan kristal dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran
dekomposisi.
(
Hardjono Sastrohamidjojo.1995)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
-
Pisau/cutter
-
Tabung
reaksi
-
Rak
tabung reaksi
-
Pipet
tetes
-
Bunsen
-
Kaki
tiga
-
Korek
api
-
Beaker
glass
-
Penjepit
tabung
3.1.2 Bahan
-
Pare
-
Daun
kangkung
-
Batang
kangkung
-
Daun
jarak
-
Buncis
-
Daun
pepaya
-
Kunyit
-
Biji
pohon pinang
-
Larutan
CCl4
-
Larutan
H2SO4 (p)
-
Pereaksi
Dragendorff
-
Serbuk
Mg
-
Larutan
HCl (p)
-
Larutan
FeCl3
-
Larutan
dietil eter
-
Aquadest
-
Larutan
NaOH
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Uji Alkaloid
-
Daun
pepaya dipotong-potong
-
Ditambah
1 pipet CCl4, didiamkan
-
Ditambahkan
pereaksi Dragendroff
-
Diamati
-
Diulangi
semua perlukan diatas dengan diganti sampel daun pepaya dengan daun kangkung
dan buncis
3.2.2 Uji Triterpenoid/Steroid
-
Daun
kangkung dipotong-potong
-
Potongan
ditambah dietil eter didiamkan
-
Ditambah
H2SO4 (p)
-
Diamati
-
Diulang
semua perlakuan diatas dengan diganti sampel daun kangkung dengan daun jarak
dan kunyit
3.2.3 Uji Kuinon
-
Kunyit
dipotong
-
Ditambah
dietil eter, didiamkan
-
Ditambah
NaOH 3 tetes hingga warna kuning hilang
-
Ditambah
HCl (p)
-
Diamati
3.2.4 Uji Flavanoid
-
Daun
pepaya dipotong-potong
-
Ditambah
air, dididihkan
-
Ekstraknya
ditambah serbuk Mg dan HCl (p)
-
Diamati
-
Diulang
semua perlakuan dengan diganti sampel daun pepaya dengan daun kangkung dan
kunyit
3.2.5 Uji Fenolik
-
Pare
dipotong-potong
-
Ditambah
air, dididihkan
-
Ekstraknya
ditambah 3 tetes FeCl3
-
Diamati
-
Diulang
semua perlakuan dengan diganti sampel pare dengan biji buah pinang
3.2.6 Uji Saponin
-
Pare
dipotong-potong
-
Ditambah
air, dididihkan
-
Dikocok
hingga berbusa
-
Ditambahkan
HCl (p), diamati
-
Diulangi
semua perlakuan diatas dengan, diganti sampel pare dengan daun jarak dan batang
kangkung
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-
Hasil
pengamatan pada uji kuinon yaitu pada sampel kunyit menunjukkan hasil yang
positif karena warnanya tetapa kembali seperti semula yaitu warna kuning ketika
ditambah HCl (p).
-
Fungsi
perebusan air pada tiap-tiap uji dilakukan adalah untuk membunuh jaringan yang
ada pada tumbuhan dimana untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau
hidrolisis pada bagian tubuh tumbuhan tersebut. Setelah jaringan dalm tubuh
tumbuhan tersebut telah mati maka senyawa metabolit sekunder akan lebih mudah
dikeluarkan/dideteksi dengan reagen tertentu.
-
Hasil
pengamatan pada uji saponin yaitu sampel pare, daun jarak dan batang kangkung
dipotong-potong dan pada hasil yang menunjukkan positif adalah pare dengan
adanya busa.
5.2 Saran
Sebaiknya pada uji saponin mencoba
untuk mengganti bahan pare dengan labu siam untuk hasil yang bervariasi, atau
bisa juga mencoba dengan batang dari daun jarak.
DAFTAR
PUSTAKA
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. ITB
: Bandung.
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. ITB : Bandung.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1995. Sintesis Bahan Alam.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Makasihh bang yaa..
BalasHapusMembantu. . Blog nya