Senin, 26 Maret 2012

SKRINING FITO KIMIA ( KIMIA ORGANIK 2)


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
             Sejak abad ke-17 orang telah dapat memisahkan berbagai jenis senyawa dari sumber-sumber organic, baik tumbuhan, hewan maupun mikroorganisme. Senyawa-senyawa tersebut misalnya asam laktat, morfin, kuinon, mentol, kolesterol, penisilin dan sebagainya. Tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa ilmu kimia senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme atau disebut juga ilmu kimia bahan alam merupakan bagian yang terpenting dari ilmu kimia organik.
            Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan adalah merupakan sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia berupa senyawa kimia hasil metabolisme primer maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder. Senyawa kimia beserta derivat-derivatnya yang bermanfaat untuk kehidupan pada tumbuhan merupakan proses yang sangat menarik untuk dipelajari sehingga mendorong perhatian peneliti untuk mengenal dan mengetahui struktur senyawa dengan demikian melahirkan bermacam-macam metode pemisahan dan penentuan karakterisasi senyawa murni fitokimia untuk digunakan dalam bioassay serta pengujian farmakologis.
            Dari pernyataan-pernyataan diatas maka dilakukanlah uji fitokimia yang dapat mendeteksi kandungan senyawa metabolit sekunder pada sampel daun pepaya, daun jarak, kunyit, biji pohon pinang, pare, daun dan batang kangkung serta buncis, yang diduga mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkalolid, triterpenoid/steroid, kuinon, flavanoid, fenolik maupun saponin. Semua kandungan sampel ini akan dapat diketahui setelah percobaan ini berlangsung.


1.2 Tujuan Percobaan
-          Untuk mengetahui hasil pengamatan pada uji kuinon
-          Untuk mengetahui fungsi dari perebusan air pada tiap-tiap uji yang dilakukan
-          Untuk mengetahui hasil pengamatan pada uji saponin

1.3  Prinsip Percobaan
1.3.1        Uji Alkaloid
Pengujian terhadap sampel yaitu daun pepaya, daun kangkung dan buncis yang telah dipotong-potong lalu ditambah dengan CCl4 dan pereaksi Dragendorff. Sampel yang mengandung senyawa alkaloid ketika direaksikan dengan pereaksi dragendorff akan berwarna merah.
1.3.2        Uji Triterpenoid/Steroid
Pengujian terhadap sampel yaitu daun kangkung, daun jarak dan kunyit yang telah dipotong-potong dan ditambah dietil eter kemudian ditambah H2SO4. Sampel yang mengandung senyawa triterpenoid akan berwarna merah ungu untuk steroid yaitu pewarnaan hijau-biru.
1.3.3        Uji Kuinon
Pengujian terhadap sampel yaitu kunyit yang dipotong-potong ditambah dengan dietil eter dan NaOH serta HCl(p). Dalam uji ini apabila sampel kunyit saat ditambah NaOH akan memudarkan warna dari sampel namun apabila ditambahkan HCl(p) warna semula muncul kembali, hal ini menunjukkan bahwa pada kunyit terdapat kandungan senyawa kuinon (zat warna kuinon).
1.3.4        Uji Flavanoid
Pengujian terhadap sampel yaitu daun pepaya, daun kangkung dan kunyit. Sampel yang mengandung senyawa flavanoid ketika ditambahkan serbuk Mg dan HCl(p) akan memberi pewarnaan orange sampai merah.
1.3.5        Uji Fenolik
Pengujian terhadap sampel yaitu pare dan biji pohon pinang. Sampel yang mengandung senyawa fenolik akan berwarna biru-ungu bila ditambahkan FeCl3.
1.3.6        Uji Saponin  
Pengujian terhadap sampel yaitu pare, daun jarak, dan batang kangkung. Sampel yang mengandung senyawa saponin akan memberikan ciri yang khas yaitu busa permanen saat dikocok maupun setelah penambahan HCl(p) akan tetap berbusa.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Banyak analisis tumbuhan yang dicurahkan pada isolasi dan identifikasi kandungan sekunder dalam jenis tumbuhan khusus atau sekelompok jenis tumbuhan, dengan harapan ditemukan beberapa kandungan yang strukturnya baru atau tidak biasa. Tetapi, perlu kita ketahui bahwa banyak dari komponen yang mudah diisolasi itu merupakan senyawa yang biasa dijumpai atau terdapat umum dalam tumbuhan. Sukrosa mungkin mengkristal dari pekatan ekstrak air tumbuhan dan sitosterol dari fraksi fitosterol. Komponen yang lebih menarik sering kali berupa komponen yang kadarnya lebih rendah.
Alasan lain melakukan analisis fitokimia ialah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologi. Dalam hal ini kita harus memantau cara ekstraksi dan pemisahan pada setiap tahap, yaitu untuk melacak senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnikan. Kadang-kadang keaktifan hilang selama proses fraksinasi akibat ketidakmantapan senyawa berupa kristal tetapi tanpa keaktifan seperti yang ditunjukkan oleh ekstrak asal. Kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa aktif selama proses isolasi dan pencirian harus selalu tertanam dalam ingatan.
                                                                        ( J. B. Harborner, 19987)
Ø  Terpenoid dan Steroid
Berbagai senyawa yang dibahasa secara tradisional tidak dikelompokkan menjadi satu tetapi biasanya dikelompokkan kedalam minyak atsiri, sterol, alkaloid, pigmen, glikosida jantung, dan sebagainya. Hanya berdasarkan hasil telaah biosintesis terbukti bahwa senyawa tersebut dapat dikelompokkan bersama secara masuk akal sebagai senyawa yang kerangka dasarnya semua baerasal dari asam mevalonat atau prazat sejenisnya. Kesatuan dari segi biosintesis ini tidak berarti terdapat pula kesatuan dalam fungsi atau memang ada kesatuan dalam sifat kimia, yang lebih bergantung pada gugus fungsi ketimbang pada kerangka karbon.
Ketika struktur senyawa kelompok ini diketahui, menjadi jelas bahwa banyak senyawa tersebut yang dapat dianggap terbentuk dari satuan isoprena atau isopentana yang disambungkan dengan berbagai cara dengan berbagai jenis penutupan cincin,  derajat ketidakjenuhan, dan gugus fungsi.
 Susunan yang paling umum rupanya ’kepala ke ekor’ :
dan kaidah ‘kepala keekor’ ini dianggap demikian umum sehingga benar atau tidaknya suatu struktur yang diusulkan dapat dinilai dengan memperhatikan apakah struktur sesuai dengan kaidah ini. Ketika lebih banyak lagi senyawa yang ditemukan, ternyata ada dua kekeculian dari kaidah isoprena ini yaitu telah ditemukan senyawa jenis isoprenoid yang tidak mengandung jumlah satuan isoprena yang genap, dan telah ditemukan juga senyawa susunannya tidak mengikuti susunan kepala-ke-ekor. Istilah ’terpenoid’ disini dipilih untuk semua senyawa yang terbentuk dari satuan isoprena, tanpa memperhatikan gugus fungsi yang ada, sementara terpena mengacu khusus ke hidrokarbon.

1.      Monoterpenoid
Monoterpenoid rupanya terbentuk dari dua satuan isoprena dan biasanya mempunyai sepuluh atom karbon, meskipun ada contoh langka senyawa yang rupanya terbentuk berdasarkan prinsip umum ini tetapi senyawa tersebut kehilangan satu atom karbon atau lebih. Kita mengenal baik senyawa siklik maupun senyawa rantai-terbuka. Dalam kenyataannya, hampir setiap tata susun sepuluh atom karbon yang mungkin tampaknya terdapat dialam. Hanya beberapa dari contoh yang lebih umum disajikan disini untuk memberikan gambaran. Lebih dari seratus berbagai monoterpenoid yang berbeda telah diisolasi dari tumbuhan. Monoterpenoid merupakan komponen utama minyak atsiri dan mempunyai makna ekonomi yang besar sebagai bau-rasa, wewangian, dan pelarut. Monoterpenoid  khas berupa cairan tanwarna, tidak larut dalam air, dapat disuling uap dan berbau harum. Beberapa senyawa bersifat aktif optik. Telaah kimianya dipersulit oleh sukarnya memperoleh senyawa murni dari campuran rumit seperti yang biasanya ditemukan dan oleh mudahnya senyawa mengalami tata ulang.
Banyak jenis monoterpanoid monosiklik mempunyai apa yang disebut kerangka p-mentana :

2. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid adalah senyawa C15, biasanya dianggap berasal dari tiga satuan isoprena. Seperti monoterpenoid sekuiterpenoid terdapat sebagai komponen minyak atsiri yang tersuling uap, dan berperan penting dalam memberi aroma kepada buah dan bunga yang kita kenal.

3.      Diterpenoid
            Diterpenoid merupakan senyawa C20, yang secara resmi dapat dianggap (dengan beberapa kekecualian) berasal dari empat satuan isoprenoid. Karena titik didihnya yang tinggi, biasanya diterpenoid tidak ditemukan dalam minyak atsiri tumbuhan meskipun beberapa ditepenoid yang bertitik didih rendah mungkin. Senyawa ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom, dan dalam fraksi bertitik didih tinggi bakdamar yang tersisa setelah penyulingan minyak atsiri.

4.      Triterpenoid
Karena triterpenoid C25 sangat jarang terdapat dalam tumbuhan tinggi, meskipun memang ada, ada kerumitan yang sangat meningkat jika memperhatikan senyawa mulai dari diterpenoid C30. Triterpenoid tersebar luas dalam damar, gabus, dan kutin tumbuhan. Apa yang disebut asam damar adalah asam triterpenoid yang sering bersama-sama dengan Gom polisakarida dalam damar Gom.

Ø  Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yag kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsnetrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba juga.
Dikenal dua jenis saponin-glikosida triterpenoid alkohol dan Glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter.
                                                                        ( Trevor, Robinson. 1995)
Ø  Senyawa Fenol dan Asam Fenolat
Senyawa fenol dan asam fenolat lebih baik dibahas bersam-sama karena biasanya, pada analisis tumbuhan, mereka mengidentifikasi bersama-sama. Hidrolisis jaringan tumbuhan dalam suasana asam membebaskan sejumlah asam fenolat yang larut dalam eter, beberapa diantaranya umum penyebarannya.
Senyawa asam fenolat ada hubungannya dengan lignin terikat sebagai ester atau terdapat pada daun didalam fraksi yang tak larut dalam etanol; atau mungkin terdapat didalam fraksi yang larut dalam etanol, yaitu sebagai glikosida sederhana.

Ø  Flavanoid
Senyawa flavanoid, menurut srukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula, dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama.
Flavanoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavanoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambahkan basa atau amonia; jadi, mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.
Flavanoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikan flavanoid yang manapun mungkin saja dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Karena alasan itu, maka, dalam menganalisis flavanoid biasanya lebih baik bila kita memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis sebelum memperhatikan kerumitan glikosida yang mungkin terdapat dalam ekstrak asal.

Ø  Pigmen Kuinon
Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai ke hampir hitam, dan struktur yang telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. walaupun mereka tersebar luas dan strukturnya sangat beragam, sumbangannya terhadap warna tumbuhan tinggi nilai nisbi kecil. Jadi, pigmen ini sering terdapat dalam kulit, galih atau akar, atau dalam jaringan lain (misalnya daun), tetapi pada jaringan tersebut warnanya tertutupi pigmen lain.
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidrolisis dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanwarna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dalam hal demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepas kuinon bebasnya. Kuinon isoprenoid terlibat dalam respirasi sel (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) dan dengan demikian tersebar semesta dalam tumbuhan.
                                                            ( J. B. Harborne, 1987)
Ø  Alkaloid
Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber adalah pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga, organisme laut, mikroorganisme dan tanaman rendah. Beberapa contoh yang terdapat pada berbagai sumber adalah isolasi muskopiridin (1) dari sebangsa rusa; kastoramin (2) dari sejenis musang Kanada; turunan pirrol (3), feromon seks serangga; saksitoksin (4), neurotoksik konstituen dari Ganyaulax catenella.
1.      Sifat-sifat Fisika
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi.   
                                                            ( Hardjono Sastrohamidjojo.1995)


BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
-          Pisau/cutter
-          Tabung reaksi
-          Rak tabung reaksi
-          Pipet tetes
-          Bunsen
-          Kaki tiga
-          Korek api
-          Beaker glass
-          Penjepit tabung

3.1.2 Bahan
-          Pare
-          Daun kangkung
-          Batang kangkung
-          Daun jarak
-          Buncis
-          Daun pepaya
-          Kunyit
-          Biji pohon pinang
-          Larutan CCl4
-          Larutan H2SO4 (p)
-          Pereaksi Dragendorff
-          Serbuk Mg
-          Larutan HCl (p)
-          Larutan FeCl3
-          Larutan dietil eter
-          Aquadest
-          Larutan NaOH
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Uji Alkaloid
-          Daun pepaya dipotong-potong
-          Ditambah 1 pipet CCl4, didiamkan
-          Ditambahkan pereaksi Dragendroff
-          Diamati
-          Diulangi semua perlukan diatas dengan diganti sampel daun pepaya dengan daun kangkung dan buncis

3.2.2  Uji Triterpenoid/Steroid
-          Daun kangkung dipotong-potong
-          Potongan ditambah dietil eter didiamkan
-          Ditambah H2SO4 (p)
-          Diamati
-          Diulang semua perlakuan diatas dengan diganti sampel daun kangkung dengan daun jarak dan kunyit

3.2.3 Uji Kuinon
-          Kunyit dipotong
-          Ditambah dietil eter, didiamkan
-          Ditambah NaOH 3 tetes hingga warna kuning hilang
-          Ditambah HCl (p)
-          Diamati

3.2.4 Uji Flavanoid
-          Daun pepaya dipotong-potong
-          Ditambah air, dididihkan
-          Ekstraknya ditambah serbuk Mg dan HCl (p)
-          Diamati
-          Diulang semua perlakuan dengan diganti sampel daun pepaya dengan daun kangkung dan kunyit

3.2.5 Uji Fenolik
-          Pare dipotong-potong
-          Ditambah air, dididihkan
-          Ekstraknya ditambah 3 tetes FeCl3
-          Diamati
-          Diulang semua perlakuan dengan diganti sampel pare dengan  biji buah pinang

3.2.6 Uji Saponin
-          Pare dipotong-potong
-          Ditambah air, dididihkan
-          Dikocok hingga berbusa
-          Ditambahkan HCl (p), diamati
-          Diulangi semua perlakuan diatas dengan, diganti sampel pare dengan daun jarak dan batang kangkung


                                                   BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
-          Hasil pengamatan pada uji kuinon yaitu pada sampel kunyit menunjukkan hasil yang positif karena warnanya tetapa kembali seperti semula yaitu warna kuning ketika ditambah HCl (p).
-          Fungsi perebusan air pada tiap-tiap uji dilakukan adalah untuk membunuh jaringan yang ada pada tumbuhan dimana untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis pada bagian tubuh tumbuhan tersebut. Setelah jaringan dalm tubuh tumbuhan tersebut telah mati maka senyawa metabolit sekunder akan lebih mudah dikeluarkan/dideteksi dengan reagen tertentu.
-          Hasil pengamatan pada uji saponin yaitu sampel pare, daun jarak dan batang kangkung dipotong-potong dan pada hasil yang menunjukkan positif adalah pare dengan adanya busa.

5.2 Saran
            Sebaiknya pada uji saponin mencoba untuk mengganti bahan pare dengan labu siam untuk hasil yang bervariasi, atau bisa juga mencoba dengan batang dari daun jarak.


DAFTAR PUSTAKA

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. ITB : Bandung.
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB : Bandung.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1995. Sintesis Bahan Alam. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 

1 komentar:

pengunjung