Kisah Sebuah Pohon Apel
Suatu ketika, hiduplah sebuah pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat
mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak
kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
"Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.
"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab
anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya
uang untuk membelinya."
Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi
kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa
mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang
ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak
lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang
melihatnya datang . "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja
untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah
kau menolongku?"
"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel
itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat
anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi.
Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi
denganku," kata pohon apel.
"Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup
tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku
sebuah kapal untuk pesiar?"
"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang
tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah
berlayar dan bersenang-senanglah."
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat
kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi
datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
"Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel
lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit
buah apelmu," jawab anak lelaki itu.
"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel.
"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu.
"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan
padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat
ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang ," kata anak lelaki. "Aku
hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah
sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat
terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di
pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang
ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun,
orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa
mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa
anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi
begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan
berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya
pada kita.
Kasih Yang Terbesar
Suatu
pagi yang sunyi di Korea, di suatu desa kecil, ada sebuah bangunan kayu
mungil yang atapnya ditutupi oleh seng-seng. Itu adalah rumah yatim
piatu di mana banyak anak tinggal akibat orang tua mereka meninggal
dalam perang.
Tiba-tiba, kesunyian pagi itu dipecahkan oleh bunyi mortir yang jatuh
di atas rumah yatim piatu itu. Atapnya hancur oleh ledakan, dan
kepingan-kepingan seng mental ke seluruh ruangan sehingga membuat banyak
anak yatim piatu terluka.
Ada seorang gadis kecil yang terluka di bagian kaki oleh kepingan
seng tersebut, dan kakinya hampir putus. Ia terbaring di atas
puing-puing ketika ditemukan, P3K segera dilakukan dan seseorang dikirim
dengan segera ke rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan.
Ketika para dokter dan perawat tiba, mereka mulai memeriksa anak-anak
yang terluka. Ketika dokter melihat gadis kecil itu, ia menyadari bahwa
pertolongan yang paling dibutuhkan oleh gadis itu secepatnya adalah
darah. Ia segera melihat arsip yatim piatu untuk mengetahui apakah ada
orang yang memiliki golongan darah yang sama. Perawat yang bisa
berbicara bahasa Korea mulai memanggil nama-nama anak yang memiliki
golongan darah yang sama dengan gadis kecil itu.
Kemudian beberapa menit kemudian, setelah terkumpul anak-anak yang
memiliki golongan darah yang sama, dokter berbicara kepada grup itu dan
perawat menerjemahkan, "Apakah ada di antara kalian yang bersedia
memberikan darahnya utk gadis kecil ini?" Anak-anak tersebut tampak
ketakutan, tetapi tidak ada yang berbicara. Sekali lagi dokter itu
memohon, "Tolong, apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan
darahnya utk teman kalian, karena jika tidak, ia akan meninggal!"
Akhirnya, ada seorang bocah laki-laki di belakang mengangkat
tangannya dan perawat membaringkannya di ranjang untuk mempersiapkan
proses transfusi darah.
Ketika perawat mengangkat lengan bocah untuk membersihkannya, bocah
itu mulai gelisah. "Tenang saja," kata perawat itu, "Tidak akan sakit
kok." Lalu dokter mulai memasukan jarum, ia mulai menangis. "Apakah
sakit?" tanya dokter itu. Tetapi bocah itu malah menangis lebih kencang.
"Aku telah menyakiti bocah ini!" kata dokter itu dalam hati dan mencoba
untuk meringankan sakit bocah itu dengan menenangkannya, tetapi tidak
ada gunanya.
Setelah beberapa lama, proses transfusi telah selesai dan dokter itu
minta perawat untuk bertanya kepada bocah itu. "Apakah sakit?"
Bocah itu menjawab, "Tidak, tidak sakit."
"Lalu kenapa kamu menangis?", tanya dokter itu.
"Karena aku sangat takut untuk meninggal" jawab bocah itu.
Dokter itu tercengang! "Kenapa kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal?"
Dengan air mata di pipinya, bocah itu menjawab, "Karena aku kira
untuk menyelamatkan gadis itu aku harus menyerahkan seluruh darahku!"
Dokter itu tidak bisa berkata apa-apa, kemudian ia bertanya, "Tetapi
jika kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal, kenapa kamu bersedia untuk
memberikan darahmu?"
Sambil menangis ia berkata, "Karena ia adalah temanku, dan aku mengasihinya!" |
Memperbaiki Boneka
Liping,
gadis kecil disuruh ibunya ke toko 7 Evelen dekat rumahnya untuk
membeli sesuatu, dengan pesanan untuk segera kembali ke rumah setelah
membeli barang yang dimaksud. Namun sejam...dua jam kini telah berlalu.
Liping belum juga kembali dan hal ini membuat ibunya penasaran dan
cemas.
"Ke mana saja engkau pergi?" Tanya ibunya dengan teriakan keras ketika Liping akhirnya muncul di depan pintu.
"Mami...maafkan Liping. Aku tahu kalau aku terlambat pulang." Kata
Liping penuh penyesalan. "Tapi...tadi boneka Lingling, teman Liping,
rusak. Aku harus membantunya memperbaiki boneka itu." Lanjut Liping
menjelaskan.
"Engkau membantu Lingling memperbaiki bonekanya? Bagaimana caranya
engkau memperbaikinya?" Lanjut ibunya dengan penuh rasa heran.
"Jujur bu...,saya tak mampu perbaiki bonekanya...saya hanya duduk di samping Lingling dan menangis bersamanya." Lanjut Liping.
Tertawalah bersama mereka yang tertawa dan menangislah bersama mereka yang menangis.
Sahabat adalah ia yang senantiasa berada di sampingku, bahkan juga di saat ketika dunia seakan mati.
|
|
Pulau Cinta
Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak
: ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan
dengan baik.
Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba
naik dan akan menenggelamkan pulau itu.
Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat
kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri
di tepi pantai mencoba mencari pertolongan.
Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan
sedang mengayuh perahu. "Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!" teriak Cinta.
"Aduh! Maaf, Cinta!" kata Kekayaan, "perahuku telah penuh dengan
harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula
tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini." Lalu Kekayaan cepat-cepat
mengayuh perahunya pergi.
Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.
"Kegembiraan! Tolong aku!", teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu
gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.
Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik.
Tak lama lewatlah Kecantikan. "Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!",
teriak Cinta. "Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu
ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini." sahut Kecantikan.
Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah
Kesedihan. "Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu," kata Cinta. "Maaf,
Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..." kata Kesedihan
sambil terus mengayuh perahunya.
Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya.
Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, "Cinta! Mari cepat
naik ke perahuku!" Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang
tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air
menenggelamkannya.
Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.
Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa
orang tua yang menyelamatkannya itu.
Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa
sebenarnya orang tua itu. "Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu."
kata orang itu.
"Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman
yang mengenalku pun enggan menolongku" tanya Cinta heran.
"Sebab," kata orang itu, "hanya Waktu lah yang tahu berapa nilai
sesungguhnya dari Cinta itu ......" |
|
Pria, Cinta dan Matahari
Seorang wanita bertanya pada seorang pria tentang cinta dan harapan.
Wanita berkata ingin menjadi bunga terindah di dunia dan pria
berkata ingin menjadi matahari.
Wanita tidak mengerti kenapa pria ingin jadi matahari, bukan kupu
kupu atau kumbang yang bisa terus menemani bunga.
Wanita berkata ingin menjadi rembulan dan pria berkata ingin tetap
menjadi matahari. Wanita semakin bingung karena matahari dan bulan
tidak bisa bertemu, tetapi pria ingin tetap jadi matahari.
Wanita berkata ingin menjadi burung Phoenix yang bisa terbang ke langit
jauh di atas matahari dan pria berkata ia akan selalu menjadi
matahari.
Wanita tersenyum pahit dan kecewa. Wanita sudah berubah 3x namun
pria tetap keras kepala ingin jadi matahari tanpa mau ikut berubah
bersama wanita. Maka wanita pun pergi dan tak pernah lagi kembali
tanpa pernah tahu alasan kenapa pria tetap menjadi matahari.
Pria merenung sendiri dan menatap matahari.
Saat wanita jadi bunga, pria ingin menjadi matahari agar bunga dapat
terus hidup. Matahari akan memberikan semua sinarnya untuk bunga
agar ia tumbuh, berkembang dan terus hidup sebagai bunga yang
cantik. Walau matahari tahu ia hanya dapat memandang dari jauh dan
pada akhirnya kupu kupu yang akan menari bersama bunga. Ini disebut
kasih yaitu memberi tanpa pamrih.
Saat wanita jadi bulan, pria tetap menjadi matahari agar bulan dapat
terus bersinar indah dan dikagumi.
Cahaya bulan yang indah hanyalah pantulan cahaya matahari, tetapi
saat semua makhluk mengagumi bulan siapakah yang ingat kepada
matahari. Matahari rela memberikan cahaya nya untuk bulan walaupun
ia sendiri tidak bisa menikmati cahaya bulan, dilupakan jasanya dan
kehilangan kemuliaan nya sebagai pemberi cahaya agar bulan
mendapatkan kemuliaan tersebut. Ini disebut dengan Pengorbanan,
menyakitkan namun sangat layak untuk cinta.
Saat wanita jadi Phoenix yang dapat terbang tinggi jauh ke langit
bahkan di atas matahari, pria tetap selalu jadi matahari agar
Phoenix bebas untuk pergi kapan pun ia mau dan matahari tidak akan
mencegahnya.
Matahari rela melepaskan phoenix untuk pergi jauh, namun matahari
akan selalu menyimpan cinta yang membara di dalam hatinya hanya
untuk phoenix.
Matahari selalu ada untuk Phoenix kapan pun ia mau kembali walau
phoenix tidak selalu ada untuk matahari. Tidak akan ada makhluk lain
selain Phoenix yang bisa masuk ke dalam matahari dan mendapatkan
cinta nya. Ini disebut dengan Kesetiaan, walaupun ditinggal pergi
dan dikhianati namun tetap menanti dan mau memaafkan.
Pria tidak pernah menyesal menjadi matahari bagi wanita. |
Pelangi
Di suatu masa warna-warna di dunia mulai bertengkar. Semua menganggap dirinyalah
yang terbaik yang paling penting, yang paling bermanfaat dan yang paling disukai.
HIJAU berkata: "Jelas akulah yang terpenting. Aku adalah pertanda kehidupan
dan harapan. Aku dipilih untuk mewarnai rerumputan, pepohonan dan dedaunan.
Tanpa aku, semua hewan akan mati. Lihatlah ke pedesaan, aku adalah warna mayoritas..."
BIRU menginterupsi: "Kamu hanya berpikir tentang bumi, pertimbangkanlah
langit dan samudra luas. Airlah yang menjadi dasar kehidupan dan awan mengambil
kekuatan dari kedalaman lautan. Langit memberikan ruang dan kedamaian dan ketenangan.
Tanpa kedamaian, kamu semua tidak akan menjadi apa-apa."
KUNING cekikikan: "Kalian semua serius amat sih? Aku membawa tawa, kesenangan
dan kehangatan bagi dunia. Matahari berwarna kuning, dan bintang-bintang berwarna
kuning. Setiap kali kau melihat bunga matahari, seluruh dunia mulai tersenyum.
Tanpa aku, dunia tidak ada kesenangan."
ORANYE menyusul dengan meniupkan trompetnya: "Aku adalah warna kesehatan
dan kekuatan. Aku jarang, tetapi aku berharga karena aku mengisi kebutuhan kehidupan
manusia. Aku membawa vitamin-vitamin terpenting. Pikirkanlah wortel, labu, jeruk,
mangga dan pepaya. Aku tidak ada dimana-mana setiap saat, tetapi aku mengisi
langit saat fajar atau saat matahari terbenam. Keindahanku begitu menakjubkan
hingga tak seorangpun dari kalian akan terbetik di pikiran orang."
MERAH tidak bisa diam lebih lama dan berteriak: "Aku adalah Pemimpin kalian.
Aku adalah darah-darah kehidupan! Aku adalah warna bahaya dan keberanian. Aku
berani untuk bertempur demi suatu kausa. Aku membawa api ke dalam darah. Tanpa
aku, bumi akan kosong laksana bulan. Aku adalah warna mawar, hasrat dan cinta."
UNGU bangkit dan berdiri setinggi-tingginya ia mampu. Ia memang tinggi dan
berbicara dengan keangkuhan. "Aku adalah warna kerajaan dan kekuasaan.
Raja, Pemimpin dan para bangsawan memilih aku sebagai pertanda otoritas dan
kebijaksanaan. Tidak seorangpun menentangku. Mereka mendengarkan dan menuruti
kehendakku."
Akhirnya NILA berbicara lebih pelan dari yang lainnya, namun dengan kekuatan
niat yang sama: "Pikirkanlah tentang aku. Aku warna diam. Kalian jarang
memperhatikan aku, namun tanpaku kalian semua menjadi dangkal. Aku merepresentasikan
pemikiran dan refleksi, matahari terbenam dan kedalaman laut. Kalian membutuhkan
aku untuk keseimbangan dan kontras, untuk doa dan ketentraman batin."
Jadi, semua warna terus menyombongkan diri, masing-masing yakin akan superioritas
dirinya.
Perdebatan mereka menjadi semakin keras. Tiba-tiba, sinar halilitar melintas
membutakan. Guruh menggelegar. Hujan mulai turun tanpa ampun. Warna-warna bersedeku,
bersama ketakutan, berdekatan satu sama lain mencari ketenangan.
Di tengah suara gemuruh, hujan berbicara: "HAI WARNA-WARNA, kalian bertengkar
satu sama lain, masing-masing ingin mendominasi yang lain. Tidakkah kalian tahu
bahwa kalian masing-masing diciptakan untuk tujuan khusus, unik dan berbeda?
Berpegangan tanganlah dan mendekatlah kepadaku!"
Menuruti perintah, warna-warna berpegangan tangan mendekati hujan, yang kemudian
berkata: "Mulai sekarang, setiap kali hujan mengguyur, masing-masing dari
kalian akan membusurkan diri sepanjang langit bagai busur warna sebagai pengingat
bahwa kalian semua dapat hidup bersama dalam kedamaian."
Demikianlah Pelangi tercipta sebagai pertanda harapan hari esok. |
Malaikat Kecil
Istriku
berkata kepada aku yang sedang baca koran, "Berapa lama lagi kamu baca
koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang
untuk makan."
Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Lala
tampak ketakutan, air matanya banjir di depannya ada semangkuk nasi
berisi nasi susu asam/yogurt (curd rice). Lala anak yang manis dan
termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka
makan curd rice ini. Ibuku dan istriku masih kuno, mereka percaya
sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect” (menurunkan panas
dalam).
Aku mengambil mangkok dan berkata, "Lala sayang, demi Papa, maukah
kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti Mamamu
akan teriak2 sama Papa."
Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis
Lala mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata
“Papa, aku akan makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi
semuanya akan aku habiskan, tapi ada yang aku mau minta....” agak ragu2
sejenak “aku mau minta sesuatu sama Papa bila habis semua nasinya.
Apakah Papa mau berjanji memenuhi permintaanku?”
Aku menjawab “Oh pasti, sayang.”
Lala tanya sekali lagi, “Betul nih Papa ?”
“Iya, pasti," sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.
Lala juga mendesak Mamanya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk
tangan Lala yang merengek sambil berkata tanpa emosi, "Janji," kata
istriku.
Aku sedikit khawatir dan berkata, “Lala jangan minta komputer atau
barang2 lain yang mahal ya, karena Papa saat ini tidak punya uang.”
Lala menjawab, "Jangan khawatir, Lala tidak minta barang2 mahal kok."
Kemudian Lala dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat
menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam
hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Lala untuk makan
sesuatu yang tidak disukainya.
Setelah Lala melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata
penuh harap, dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju
kepadanya.
Ternyata Lala mau kepalanya digundulin (dibotakin) pada hari Minggu!!!
Istriku spontan berkata, "Permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin!"
Juga Mamaku menggerutu, "Jangan terjadi dalam keluarga kita. Dia
terlalu banyak nonton TV dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan
kita."
Aku coba membujuk, "Lala kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak."
Tapi Lala tetap dengan pilihannya, "Tidak ada Papa, tak ada keinginan lain." kata Lala.
Aku coba memohon kepada Lala, "Tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami."
Lala dengan menangis berkata, "Papa sudah melihat bagaimana
menderitanya aku menghabiskan nasi susu asam itu dan Papa sudah
berjanji untuk memenuhi permintaanku. Kenapa Papa sekarang mau
mengingkari sendiri? Bukankah Papa selalu mengajarkan, bahwa kita harus
memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi?"
Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, "Ok. Janji kita harus ditepati."
Secara serentak istri dan ibuku berkata, "Apakah aku sudah gila?"
"Tidak," jawabku, 'Kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri."
"Lala, permintaanmu akan kami penuhi."
Dengan kepala botak, wajah Lala nampak bundar dan matanya besar dan bagus.
Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Lala
botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil
tersenyum aku membalas lambaian tangannya.
Tiba-tiba seorang anak laki-laki keluar dari mobil sambil berteriak, "Lala, tunggu saya."
Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak laki-laki itu botak juga.
Aku berpikir mungkin 'botak' adalah model jaman sekarang.........
Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata,
“Anak anda, Lala benar-benar hebat. Anak laki-laki yang jalan
bersama-sama dia sekarang, Alex adalah anak saya. Dia menderita kanker
leukemia.”
Wanita itu berhenti sejenak, nangis tersedu-sedu, “Bulan lalu Alex
tidak masuk sekolah, karena pengobatan kemo-terapi, kepalanya menjadi
botak jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek oleh
teman-temannya."
"Nah, minggu lalu Lala datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya
untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul-betul
tidak menyangka kalau Lala mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk
anakku Alex. Bapak dan istri bapak sungguh diberkati Tuhan mempunyai
anak perempuan yang berhati mulia.”
Aku berdiri terpaku dan aku menangis, malaikat kecilku, tolong ajarkanku tentang kasih. |
disadur dari : www.MichaelYamin.net |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar