Jumat, 25 November 2011

TUGAS KIMIA ORGANIK




KARAKTERISTIK DAN CARA PEMBUATN ASETALDEHID


PENDAHULUAN

       Asetaldehid merupakan senyawa organik yang terdiri dari satu gugus alkil dan sekurangnya satu atom hidrogen yang terikat pada karbon karbonilnya. Aldehida lazim terdapat dalam sistem makhluk hidup. Aldehida memiliki bau yang khas yang dapat membedakannya dengan keton. Umumnya aldehida berbau merangsang dan keton berbau harum.
       Salah satu aldehid yang penting adalah asetaldehid. Asetaldehid memiliki titik didih sekitar temperatur kamar (20oC), juga lebih mudah untuk disimpan atau diangkut dalam bentuk trimer atau tetramer siklik. Asetaldehid digunakan sebagai zat antara dalam sintesis asam asetat, anhidrida asetat dan senyawa-senyawa lain dalam industri.
       Sintesa aldehid dapat dilakukan beberapa metode, yakni oksidasi alkohol primer dengan KMnO4 + H2O atau K2Cr2O7 + H2O, reduksi asilhalida dengan H2 yang dikenal reaksi Rosenmund, suling kering garam alkanoat dengan garam formiat, adisi CO dan H2 pada alkena, dan cara khusus dengan hidrasi katalitik dari asetilena.
       Dalam percoban kali ini, dilakukan pembuatan asetaldehid dari oksidasi alkohol primer (etanol) dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam menggunakan metode destilasi. Dimana destilat yang dihasilkan akan direaksikan dengan Fehling A dan Fehling B untuk membuktikan adanya aldehid dalam destilat.
Untuk mengetahui lebih lanjut proses pembuatan asetaldehid dengan cara oksidasi dan memahami sifat kimia dari asetaldehid, maka dilakukan percobaan ini.
       Prinsip percobaan ini adalah pembuatan asetaldehida dengan cara mengoksidasi etanol dengan menggunakan zat pengoksid K2Cr2O7 yang dilakukan dalam suasana asam, dalam hal ini etanol mengalami reaksi oksidasi dan K2Cr2O7 mengalami reduksi. Pembuatan asetaldehid dilakukan dengan metode destilasi biasa pada suhu 60-80oC selama 3 jam sehingga diperoleh destilat berupa asetaldehid, yang kemudian diuji dengan Fehling A dan B, uji positif menandakan adanya asetaldehid ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata Cu2O, dan di uji dengan uji Tollens, uji positif menandakan adanya asetaldehid ditandai dengan terbentuknya cermin perak.


KAJIAN TEORI
       Aldehid merupakan sekian banyak kelompok senyawa organik yang mengandung gugus karbonil. Aldehida mempunyai sekurangnya satu atom hidrogen yang terikat pada karbon karboninya. Gugus lain dalam suatu aldehida (R dalam rumus di bawah ini) dapat berupa alkil, aril atau H.
       Aldehid lazim terdapat dalam sistem makhluk hidup. Gula ribosa dan hormon betina progesteron merupakan contoh aldehid yang penting secara biologis. Banyak aldehid mempunyai bau yang khas yang membedakannya umumnya aldehid berbau merangsang. Misalnya, transinamaldehida adalah komponen utama minyak kayu manis dan enentiomer-enantiomer karbon yang menimbulkan bau jintan dan tumbuhan permen.
       Dalam sistem IUPAC, nama suatu aldehida diturunkan dari nama alkana induknya dengan mengubah huruf akhir –a menjadi –al. tak diperlukan nomor; gugus –CHO selalu memiliki nomor 1 untuk karbonnya.
Aldehid lazim, nama trivialnya untuk digunakan cara luas. Aldehid diberi nama menurut nama asam karboksilat induknya dengan mengubah akhiran asam  –oat atau asam –at menjadi akhiran aldehida.
Asam karboksilat                                                  Aldehida
Asam formiat                                                        Formaldehid
Asam asetat                                                          Asetaldehid
Asam propionat                                                    Propionaldehid
Asam butirat                                                         Butiraldehid
Asam benzoat                                                       Benzaldehid


       Salah satu aldehid penting, asetaldehida dengan titik didih sekitar temperatur kamar (20oC), juga lebih mudah untuk disimpan atau diangkut dalam bentuk trimer atau tetramer siklik. Asetaldehida digunakan sebagai zat antara dalam sintesis asam asetat, anhidrida asetat dan senyawa-senyawa lain dalam industri. (Ralp J. Fessenden dan Joan S. Fessenden, 1982)
       Aldehida mudah direduksi masing-masing menjadi alkohol primer dan sekunder. Reduksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, umumnya dengan hidrida logam.
Hidrida logam yang paling sering digunakan untuk mereduksi senyawa karbonil ialah lithium alumina hidrida (LiAlH4) dan natrium borohidrida (NaBH4). Ikatan logam-hidrida terpolarisasi, dengan muatan pada logam positif dn muatan pada hidrogen negatif. Dengan demikian, reaksinya melibatkan serangan nukleofilik tak reversibel dari hidrida (H-) pada karbon karbonil. Produk awalnya ialah aluminium alkoksida, yang selanjutnya terhidrolisis oleh air dan asam menghasilkan alkohol. Hasil akhirnya ialah adisi hidrogen pada ikatan rangkap karbon-oksigen.
       Karena ikatan rangkap karbon-karbon tidak mudah diserang oleh nukleofilik, hidrida logam dapat digunakan untuk mereduksi ikatan rangkap karbon-oksigen menjadi alkohol padanannya tanpa mereduksi ikatan rangkap karbon-karbon yang terdapat pada senyawa yang sama.
       Aldehid jauh lebih mudah dioksidasi dari keton. Oksidasi aldehida menghasilkan asam dengan jumlah atom karbon yang sama. Karena reaksi ini terjadi dengan mudah, banyak zat pengoksidasi seperti KMnO4, CrO3, Ag2O dan perasam dapat digunaka. 
       Ion perak sebagai pengoksidasi memang mahal tetapi dapat secara selektif mengoksidasi aldehida menjadi asam karboksilat meskipun dengan kehadiran alkena.
Uji laboratorium yang membedakan aldehida dari keton didasarkan pada perbedaan kemudahannya dioksidasi. Pada uji cermin perak Tollens, ion kompleks perak-amonia direduksi oleh aldehida (tetapi tidak oleh keton) menjadi perak logam.
        Jika bejana kaca tempat melakukan uji benar-benar bersih, perak pengendap sabagai cermin pada permukaan kaca. Reaksi ini juga dilakukan pada kaca perak, dengan menggunakan aldehida yang murah, yaitu formaldehida.
       Aldehida begitu mudahnya dioksidasi sehingga sampel yang disimpan biasanya mengandung sedikit asamnya. Kontaminasi ini disebabkan oleh oksidasi udara
RCHO  +  O2 → 2 RCO2H
                                                                         (Harold Hart, 1983).


       Destilasi adalah metode pemisahan zat-zat cair dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada proses destilasi sederhana, suatu campuran dapat dipisahkan apabila zat-zat penyusunnya mempunyai perbedaan .titik didih cukup tinggi. Misalnya untuk memisahkan natrium klorida dan air dari larutan garam NaCl, maka pelarut yang mempunyai titik didih rendah dalam hal ini air diuapkan kemudian diembunkan (dikondensasikan) kembali untuk mendapatkan air murni (aquades). Apabila proses ini dilanjutkan, maka semua air akan habis menguap dan terkondensasi sehingga yang tertinggal hanya padatan zat terlarut natrium klorida.
       Pada pemisahan campuran dari dua cairan yang menguap atau titik didihnya berdekatan lebih banyak persoalannya, sehingga tidak dapat dilakukan dengan destilasi biasa. Suatu cara yang sering digunakan untuk memperoleh hasil yang lebih baik disebut destilasi bertingkat, yaitu proses dalam mana komponen-komponennya secara bertingkat diuapkan dan diembunkan.
       Dalam proses ini campuran didihkan pada kisaran suhu tertentu pada tekanan tetap. Uap yang dilepaskan dari dalam cairan tidak murni berasal dari salah satu komponen tetapi masih mengandung komponen dengan komposisi yang biasanya berbeda dengan komposisi cairan yang mendidih. Kenyataan umum yang diperoleh adalah bahwa uap lebih banyak mengandung komponen yang mudah menguap (atsiri).
Bila sebagian cairan yang telah didihkan uapnya diembunkan, maka campuran akan terbagi manjadi dua bagian. Bagian pertama terdiri dari uap yang terembunkan disebut destilat, dan yang mengandung lebih banyak komponen yang atsiri dibandingkan cairan aslinya. Bagian kedua adalah cairan yang tertinggal disebut residu, yang susunannya lebih banyak komponen yang sukar menguap. Bila destilat yang mula-mula diperoleh dipanaskan lagi sampai mendidih, maka uap yang baru akan lebih banyak lagi komponen yang lebih atsiri. Hal ini dapat diulangi lagi beberapa kali sampai akhirnya diperoleh salah satu komponen murni yang mudah menguap.
       Destilasi bertingkat dengan proses bertahap (batch) seperti dilakukan diatas agak merepotkan. Pemisahan yang lebih efisien dapat dicapai melalui proses sinambung (kontinyu) yang dapat dilakukan dengan cara cepat dalam suatu kolom fraksionasi. Dalam kolom ini uap diembunkan dan tersuling ulang beberapa kali sebelum meninggalkan kolom sampai akhirnya diperoleh destilat yang murni. Destilasi bertingkat dengan cara ini banyak dipakai dalam industri, misalnya untuk memisahkan minyak mentah ke dalam berbagai komponennya, termasuk bensin, minyak tanah, minyak pelumas dan parafin.
Pada pemisahan campuran yang membentuk larutan non ideal dapat menujukkan prilaku yang lebih rumit.
          Campuran tersebut tidak dapat dipisahkan secara menyeluruh kedalam komponen-komponennya, karena bila didihkan campuran akan mendidih dengan konstan. Campuran semacam ini disebut azeotrop, yaitu campuran yang mendidih pada suhu konstan dan dengan komposisi yang konstan. Campuran HCl dan air adalah contoh larutan non ideal yang menunjukkan deviasi negatif besar.
         Campuran ini memiliki titik didih maksimum yang konstan pada 1 atm dan suhu 108,5oC, dengan komposisi 20,22% HCl. Campuran lain yang mempunyai titik didih konstan adalah etil alkohol dan air. Campuran ini menunjukkan deviasi positif besar dari sifat ideal, sehingga mendidih dengan titik didih minimum 72,8oC pada 1 atm dengan komposisi 95,6% etil alkohol. Untuk mengetahui hubungan antara titik didih dan komposisi uap dapat dibuat diagram titik didih. (Estien Yazid, 2005)


PROSEDUR
  • Pembuatan Asetaldehid
- Dimasukkan 5 gr K2Cr2O7 yang telah dilarutkan dengan 100 ml aquadest kedalam labu destilasi.
- Dirangkai alat destilasi.
- Dibuat campuran 25 ml etanol dengan 15 ml H2SO4 pekat kedalam beaker glass dan dihomogenkan  campuran tersebut.
- Dipabaskan alat selama kurang lebih 10 menit.
- Dimasukkan campuran etanol-H2SO4 kedalam labu destilasi, secara perlahan-lahan.
- Dipanaskan kembali alat destilasi sampai semua aldehid keluar (kira-kira 30 ml).
- Dinetralkan destilat dengan larutan Na2CO3, dan dicek pH-nya dengan kertas pH universal.
  • Uji Destilat dengan Pereaksi Fehling
- Dimasukkan destilat kedalam tabung reaksi sebanyak
- Ditambah 10 tetes Fehling A.
- Ditambah 10 tetes Fehling B.
- Dipanaskan larutan dan diamati.


HASIL PENGAMATAN
Perlakuan dan Pengamatan
  • Ditimbang 5 gr K2Cr2O7, ditambah dengan 100 ml aquades.
  • Disiapkan alat destilasi.
  • Disiapkan 25 ml etanol dan 15 ml H2SO4 pekat, kemudian dicampurkan.
  • Dimasukkan larutan K2Cr2O7 dalam labu destilasi.
  • Ditambahkan campuran etanol dan H2SO4 dalam labu destilasi secara perlahan-lahan.
  • Didestilasi ± selama 3 jam
  • Destilat yang didapatkan, dinetralkan dengan larutan Na2CO3.
  • Diambil 10 ml destilat, ditambah dengan Fehling A 10 tetes dan Fehling B 10 tetes.
  • Dipanaskan dan diamati.
  • Larutan warna orange
  • Larutan berwarna biru tua
  • Destilat bening pH = 3
  • V Na2CO3 = 3 tetes, pH = 7
  • Larutan berwarna biru
  • Terbentuk sedikit endapan coklat
KESIMPULAN
- Kegunaan asetaldehid antara lain:
a. Sebagai bahan baku pembuatan asam asetat.
b. Sebagai bahan baku dalam anhidrida asetat dan esternya, yaitu etil asetat.
c. Aldehid aromatik sering digunakan sebagai penyedap, parfum dan lain sebagainya.
d. Sebagai bahan untuk kareat atau damar buatan dan zat warna.
- Sifat kimia asetaldehid yaitu: larut dalam air, lebih reaktif daripada keton, dapat dideteksi dengan uji Tollens, Benedict dan fehling, dan dapat bersifat sebagai pereduksi. Sedangkan sifat fisis asetaldehid yaitu: merupakan cairan yang baunya sangat enak, mudah menguap dan titik didihnya 20,2oC.
Pembuatan asetaldehid dilakukan dari oksidasi alkohol primer yakni etanol dengan larutan K2Cr2O7  dalam suasana asam dengan menggunakan metode destilasi yang didasarkan pada perbedaan titik didih masing-masing larutannya.


DAFTAR PUSTAKA
Fessenden R. J dan J. S Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 1983. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga.
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi.









pengunjung